Posisi Bulan pada tanggal 19 Juli 2012

Posisi Bulan pada tanggal 19 Juli 2012 (29 Sya'ban 1433H) pada pukul 17:40:57.

Gambar 2

Pemandangan 2.

Gambar 3

Pemandangan 3.

Gambar 4

Pemandangan 4.

Gambar 6

Pemandangan 6.

Gambar 7

Pemandangan 7.

Gambar 8

Pemandangan 8.

Gambar 9

Pemandangan 9.

Gambar 5

Pemandangan 5.

Gambar 10

Pemandangan 10.

Thursday, July 19, 2012

Syarat Kewajiban Bulan Ramadlan

Kelanjutan Daurah di Masjid Agung Manunggal Bantul (23-24 Juni 2012 ) oleh Syaikh Khalid Adz Dzafiri Hafidzahullah diterjemahkan oleh Ustadz Usamah Mahri Hafidzahullah

Kemudian beliau sebutkan beberapa syarat tentang kewajiban puasa, beliau sebutkan dan puasa ramadlan wajib atas setiap muslim yang telah balig, berakal, dan mampu untuk berpuasa. Berpuasa ramadlan wajib dilakukan dengan berdasarkan pada salah satu dari dua hal, yaitu adanya rukyah hilal ramadlan, melihat tanda awal bulan ramadlan atau dengan penyempurnaan bulan sya’ban menjadi 30 hari. Adapun yang pertama dari penjelasan beliau ni, syarat bagi wajibnya puasa adalah muslim ini untuk mengeluarkan orang yang kafir, sehingga orang yang kafir tidak diterima puasanya sampai dia mau masuk dalam Islam. Berdasarkan firman Allah:

Tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima sedekah mereka kecuali, karena mereka kufur kepada Allah, karena kekufurannya tidaklah diterima amal kebaikan mereka.

Namun walaupun demikian, yang lebih benar dari pendapat para ulama bahwa orang-orang kafir pun tertuju kepadanya perintah-perintah syariat, cabang-cabang perintah di dalam syariat, yang artinya mereka dengan kekufurannya juga dihukum, diadzab karena meninggalkan perintah-perintah syariat yang lain, mereka dihukum dan diadzab karena meninggalkan shalat. Mereka diadzab karena meninggalkan puasa dan perintah-perintah syariat yang lainnya. Walaupun ibadah mereka tidak akan diterima oleh Allah namun Allah akan mengadzab mereka di atas  adzab sehungga berlipat ganda adzabnya akibat mereka tinggalkan rukun-rukun islam yang ada.

Kemudian beliau sebutkan syarat yang kedua adalah baligh yang berarti puasa tidaklah wajib sampai seorang mukallaf telah baligh, seorang anak lelaki telah baligh, atau gadis telah baligh usianya, jika mereka telah baligh maka mereka akan dihukum, diadzab jika meninggalkan puasa. Walaupun demikian tidak berarti dengan ini, anak dibawah umur sebelum baligh, tidak dibiasakan untuk berpuasa. Justru sebaliknya, agar mereka dibiasakan untuk berpuasa walaupun mereka tidak dihukum karena tidak berpuasa, tetapi dari semenjak kecil dibiasakan dan dididik untuk mereka berpuasa. Seperti itulah yang kita dapati dari para sahabat rasulullah dan para ulama salafu shalih, dimana mereka puasakan anak-anak mereka walaupun sebelum baligh. Hingga ketika anak-anak itu meronta kelaparan atau kehausan, mereka berikan mainan atau yang semisal itu, untuk mereka terhibur dan lupa dengan lapar dan dahaganya, demikian sampai waktu maghrib tiba dan berbuka. Demikian pula syarat yang ketiga beliau sebutkan ‘aqil, syarat puasa adalah orangnya berakal. Maka tidaklah wajib pula puasa bagi orang yang gila atau hilang akalnya. Dua syarat ini, baligh dan akal, dalilnya adalah hadits yang rasulullah sebutkan

Pena itu diletakkan dari 3 orang, artinya mereka tidak terkena beban taklif, beban syariat. Antara lain yang rasulullah sebutkan, dari anak kecil sampai dia baligh, dan dari orang yang gila sampai dia sembuh dan menjadi berakal.

Kemudian yang keempat beliau sebutkan, mampu untuk berpuasa, ini untuk mengeluarkan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan puasa yaitu mereka yang telah sakit atau yang telah tua usianya atau yang seperti mereka dari orang yang memang memiliki uzur untuk meninggalkan puasa, semacam orang yang sedang safar dalam perjalanan atau wanita yng sedang menyusi atau sedang hamil.

Kemudian beliau sebutkan terkait syarat puasa yaitu berpuasa ramadlan wajib dilaksanakan berdasar pada salah satu dari dua hal yaitu adanya rukyah hilal ramadlan melihat tanda awal bulan ramadlan atau dengan penyempurnaan sya’ban menjadi 30 hari. Syarat ini adalah tentang syarat masuknya bulan ramadlan. Dan masuknya bulan ramadlan, ada beberapa kondisi. Yang pertama dengan terlihatnya hilal ramadlan. Jika terlihat hilal ramadlan maka kaum muslimin pun berpuasa. Namun jika mereka terhalang untuk melihat hilal ramadlan, dimana ada awan tebal atau semisalnya, maka mereka menyempurnakan bilangan sya’ban menjadi 30 hari. Dengan demikian di malam 30 sya’ban, sehari sebelum ramadlan, atau hari ke 30 sya’ban, kaum muslimin hendaknya berusaha melihat hilal, jika mereka tidak melihat hilal ramadlan, salah satu dari muslimin tidak melihat karena terhalang untuk melihat hilal ramadlan, maka mereka pun menyempurnakan bilangan sya’ban menjadi 30 hari. Ini semua menjelaskan kepada kita bahwa hukum masuknya bulan ramadlan digantungkan kepada rukyatul hilal dengan melihat hilal ramadlan, bukan dengan cara hisab. Maka tidaklah boleh dan tidak dibenarkan berpuasa berdasarkan hisab, yaitu hisab ilmu falak. Tetapi puasa ramadlan kita lakukan berdasarkan rukyah melihat hilal ramadlan. Dan sejauh yang aku ketahui, di negeri ini pun ada yang bertanggung jawab mengurusi perkara ini, yaitu kementerian agama, dimana mereka kirim sekian tim untuk melihat hilal ramadlan. Dan Jika kementrian agama melewati mentri agama telah mengumumkan puasa, maka kewajiban kaum muslimin untuk mentaati dan mengikuti pemerintahnya. Dasar dari perkara ini adalah hadits yang disebutkan oleh imam As Sa’di rahimahullah   dari perkataan rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam : Berpuasalah kalian ketika melihat hilal ramadlan dan berbukalah kalian ketika melihat hilal syawal. Namun jika hilal tertutup atau tidak jelas atas kalian, tentukanlah untuknya. (Hadits disepakati Bukhari Muslim). Pada lafadz yang lain disebutkan, tentukanlah untuknya 30 hari. Pada lafadz yang lain lagi disebutkan, sempurnakanlah jumlah sya’ban menjadi 30 hari. Hadits di riwayatkan oleh Imam Bukhari. Hal ini karena bulan Arab bilangannya adalah 29 hari atau 30 hari. Sebagaimana rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam telah kabarkan dengan isyarat tangan beliau, bulan itu begini, begini dan begini. Pada kali yang ketiga beliau lipat salah satu dari jari beliau, sehingga yang dimaksud bulan itu 29 hari atau begini, begini, dan begini, 3 kali, berarti bulan itu 30 hari.  Itulah bulan Arabiy 29 atau 30 hari. Dan di sini ada permasalahan lain terkait perkara yang telah kita sebutkan yaitu tidak dibenarkan puasa di hari yang syak, hari yang meragukan yaitu sehari sebelum ramadlan di akhir sya’ban dilarang orang untuk berpuasa padanya. Kecuali bagi orang yang memang memiliki kebiasaan untuk berpuasa di hari itu, misalnya orang itu punya kebiasaan berpuasa di hari senin dan kamis, puasa sunnah dan kebetulan sehari sebelum ramadlan itu hari senin atau hari kamis, maka boleh baginya untuk puasa. Adapun puasa sehari  sebelum ramadlan dengan dalih untuk berjaga-jaga atau lebih berhati-hati, seperti yang disebutkan oleh sebagian fuqaha, maka itu tidaklah benar. Sebagaimana disebutkan dalam hadits abu hurairah, rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam sabdakan : jangan kalian mendahului ramadlan dengan puasa sehari ataupun dua hari , kecuali orang yang punya kebiasaan untuk puasa di hari itu, maka hendaklah dia melanjutkan puasanya (Hadits di sahih muslim). Demikian pula perkataan amar radliyallaahu 'anhu : barangsiapa yang puasa di hari yang diragukan padanya, maka dia telah bermaksiat kepada abul qasim yaitu rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam.Atsar ini disebutkan oleh Bukhari secara mu’allaq dan diriwayatkan oeh ulama ahlu sunnah dalam sunannya.

Kemudian beliau jelaskan, pelaksanaan puasa ramadlan bisa dengan dasar persaksian orang yang adil, sedangkan untuk bulan-buan lainnya tidak diterima persaksiannya kecuali dari dua orang yang adil. Penjelasan beliau ini, mengandung 2 permasalahan, yang pertama terkait masuknya bulan ramadlan, maka untuk itu cukup dengan melihatnya hilal ramadlan dilihat oleh seorang lelaki yang adil. jika seorang yang adil ini telah melihat hilal ramadlan, selama dia termasuk orang yang diterima persaksiannya, maka diumumkanlah puasa ramadlan. Berdasarkan hadits Abdullah Ibnu Umar radliyallaahu 'anhuma: para sahabat berusaha untuk melihat hilal ramadlan, maka aku khabarkan kepada rasulullah bahwa aku sendiri telah melihatnya, maka beliaupun berpuasa dan beliau perintahkan segenap para sahabat yang lain untuk berpuasa pula. Perkara yang kedua masalah tentang bulan-bulan  yang lainnya selain ramadlan seperti bulan syawal atau dengannya berarti telah selesai bulan ramadlan, maka dalam masalah ini yang diwajibkan adalah harus adanya persaksian dua orang yang adil yang diterima persaksiannya. permasalahan ini adalah permasalahan yang tidak ada perselisihan paraulama tentangnya, sebagaimana  telah disebutkan oleh imam tirmidzi di dalam jami’nya.

Melihat Posisi Bulan

Berikut ini adalah gambar posisi bulan pada tanggal 29 Sya'ban 1433H (19 Juli 2012) waktu pukul  17:40:57. di daerah Yogyakarta dengan menggunakan stellarium:

Persiapan Bulan Ramadlan

Daurah Syaikh Khalid Adz Dzafiry di Masjid Agung Manunggal Bantul 23-24 Juni 2012

Assalaamu ‘alaykum Warahmatullaah Wabarakaatuh

Bismillahirrahmaanirrahiim 

Segala puji bagi Allah, salawat serta salam keharibaan rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam, kepada segenap kelarga,para sahabat beliau, dan setiap orang-orang yang mengikuti petunjuknya. Amma ba’du Kita ingin mengkaji bersama beberapa hukum terkait permasalahan puasa. terkhusus karena sebab semakin dekatnya bulan ramadlan semoga Allah pula menyampaikan kita dibulan yang mulia ini. Semoga Allah menerima dari kita, puasanya, serta sholat kita padanya. Bulan ramadlan dan puasa ramadlan merupakan musim terbesar, musim kebaikan terbesar dimana turun padanya banyak barakah dan banyak rahmat dari Allah subhanahu wa ta'ala. 

Dan tentang keutamaan-keutamaan ramadlan dan puasanya tersebutkan dalam beberapa dalil. Antara lain dari sabda-sabda rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam di dalam sunnah: Ashshaumu junnah Beliau sebutkan bahwa puasa itu perisai yaitu melindungi seseorang dari neraka Demikian pula yang beliau sabdakan man shaama yauman fii sabilillah ba’adallahu baynahu wa baynannaar sab’iina khaliifa Barang siapa yang puasa sehari di jalan Allah, maka akan Allah jauhkan dia dari neraka sejauh 70 tahun perjalanan 

Demikian pula yang beliau sabdakan

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 

Barangsiapa yang puasa ramadlan karena mengimani kewajibannya dan dia mengharap pahalanya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Rasulullah pun shallallahu 'alayhi wa sallam sabdakan: Dan puasa ramadlan hingga puasa ramadlan berikutnya menghapuskan dosa-dosa diantara keduanya 

Demikian pula dalam hadits qudsi, rasulullah riwayatkan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala berfirman : 

Puasa itu untukku dan aku sendiri yang akan membalasnya Dimana yang puasa meninggalkan syahwatnya, meninggalkan makannya untukku, karena aku. Bagi yang berpuasa dia memiliki dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiannya ketika dia kelak berjumpa dengan Rabbnya. Dan sungguh bau mulut orang yang berpuasa, yaitu bau yang kurang enak di mata manusia, di sisi Allah jauh lebih harum dari aroma minyak misik. 

Di Dalam hadits pula rasulullah sebutkan

Idzaa dakhala ramadlan futtihat abwaabal jannah waghulliqat abwaaban niraan ...

Jika masuk bulan ramadlan maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggu para syaithan dan diserukan di bulan ramadlan itu wahai orang yang menginginkan kebaikan, lakukanlah kebaikan itu dan wahai orang yang hendak melakukan kejelekan, tahan dirimu dari kejelekan. Dan di setiap malam Allah memerdekakan hambaNya dari api neraka. 

Ini beberapa cuplikan dari hadits-hadits rasul shallallahu 'alayhi wa sallam tentang keutamaan ramadlan maka seyogyanya kita pun mempersiapkan persiapan yang matang untuk menyambut bulan yang mulia ini dan persiapan kita adalah dalam bentuk kita mempelajari beberapa hukum-hukum tentang puasa, dan mempelajari keutamaan-keutamaannya. Mempersiapkan jiwa dan diri kita untuk melakukan ketaatan dan amalan shalih. Untuk bertaubat kembali kepada Allah untuk meninggalkan dari dosa dan kemaksiatan kepadaNya.


Berkata imam As Sa’di rahimahullahu ta’ala dalam kitab beliau manhajus salikin wa taufihil fiqhi fid diin, yang ini merupakan termasuk kitab fiqih yang ringkas dan termasuk yang terbaik. Beliau sebutkan kitabu shiyam (kitab puasa). Dalil tetang kewajibannya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala

Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kalian.

Ayat didalam surat Al Baqarah ini menunjukan kepada kita bahwa puasa adalah termasuk rukun-rukun islam. Dan dalil yang menjelaskan bahwa puasa termasuk rukun islam sangatlah banyak sebagaimana tersebutkan dalam hadits Jibril yang masyhur, dimana beliau bertanya kepada rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam guna mengajari umat ini. Salah satu yang beliau tanyakan kepada rasulullah tentang islam, maka beliaupun menjawab, salah satu jawaban beliau tentang Islam adalah puasa ramadlan , demikian pula dalam hadits Abdullah ibnu umar radliyallahu ‘anhuma:

Buniyal Islamu ‘alal khams

Islam itu didirikan di atas lima perkara (lima rukun) yang salah satunya beliau sebutkan adalah puasa ramadlan. Puasa ramadlan ini diwajibkan di tahun kedua hijriyah, dan awal kewajibannya yaitu di atas pilhan siapa yang puasa boleh dan yang tidak pun diperbolehkan. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta'ala sebutkan di dalam ayat:

Dan barangsiapa bagi mereka yang keberatan menjalaninya maka dia boleh tidak puasa dan membayar fidyah, memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang melakukan kebaikan maka itu lebih baik baginya dan jika kalian berpuasa itu lebih baik bagi kalian.

Ayat ini menunjukan bahwa di awal islam, puasa itu ‘ala tahyir, diberi pilihan bagi siapa yang mau melakukan ataupun meninggalkannya. Namun kemudian, ini telah mansukh dihapus hukumnya oleh ayat yang Allah sebutkan, barangsiapa dari kalian yang menyaksikan bulan ramadlan, dia ada padanya maka hendaklah dia berpuasa. Demikian disebutkan dari Abdullah bin umar dan salamah ibnul akwa radliyallaahu 'anhum sebagaimana di dalam shahih bukhari dan muslim. Tetapi sahabat lain, ibnu abbas radliyallaahu 'anhuma beliau berpendapat bahwa ayat tahyir yang tadi menyebutkan tentang pilihan, tetap pada hukumnya yaitu beliau sebutkan bagi orang yang lanjut usia, tua, dan dia tidak mampu untuk melakukan puasa atau demikian pula yang tidak mampu berpuasa seperti wanita yang sedang hamil atau seorang ibu yang sedang menyusui, maka mereka yang beliau sebutkan ini boleh tidak berpuasa dan membayar gantinya dengan memberi makan pada setiap harinya seorang miskin.