Posisi Bulan pada tanggal 19 Juli 2012

Posisi Bulan pada tanggal 19 Juli 2012 (29 Sya'ban 1433H) pada pukul 17:40:57.

Gambar 2

Pemandangan 2.

Gambar 3

Pemandangan 3.

Gambar 4

Pemandangan 4.

Gambar 6

Pemandangan 6.

Gambar 7

Pemandangan 7.

Gambar 8

Pemandangan 8.

Gambar 9

Pemandangan 9.

Gambar 5

Pemandangan 5.

Gambar 10

Pemandangan 10.

Friday, October 24, 2008

Overview of PHP Data Types and Concepts

PHP began life as a way to manage a small personal website and was imagined and realized
by just one man, Ramsus Lerdorf. Originally dubbed Personal Home Page Tools, PHP quickly
evolved over the years from the basic scripting engine for a personal website into a highly
competitive, extremely robust code engine that is deployed on millions of websites across
the globe. PHP’s fast, effective engine; its widespread, open-source developer base; and its
platform flexibility have all come together to create one of the world’s most effective online
scripting languages.
Throughout the years PHP has continued to improve on its foundations, providing
increased functionality and scalability. Because of PHP’s standard of listening to the community,
fresh functionality is consistently added to every new release, allowing for more versatile code and upgrades to its already substantial library of built-in methods. For years, people have been using the PHP 4 series of code to create robust and powerful applications.

There is always room for improvement, however. Although PHP 4 is considered to be an
object-oriented programming (OOP) language, the class functionality found within it was not
entirely as flexible as some developers wanted it to be. Older OOP languages that have had
more time to grow have some strong functionality that PHP simply was not able to roll out in
its PHP 4 releases.
But that was then, and this is now. A very exciting occasion occurred for PHP developers
everywhere on July 13, 2004: PHP released its long-anticipated version 5. Sporting a new
object model powered by the already superb Zend II engine, PHP was ready to bring OOP
to a new level with this release.
On top of new, more powerful class structures and functionality, PHP 5 has introduced
many exciting features, some of which the community has been clamoring about for ages.
Say “hello (world)” to proper exception handling; new, simple-to-implement XML support;
more verbose Simple Object Access Protocol (SOAP) functionality for web services; and much,
much more.
This book will provide you with highly versatile recipes for improving and expanding
things with the new PHP 5 release. However, before we dive into that, in this chapter we will
give you a simple overview of what PHP can do, what is new with PHP 5, and how you can
apply these new concepts.

1-1.Variables
Variables in PHP are handled somewhat differently than in other similar programming languages.
Rather than forcing the developer to assign a given variable a data type and then
assign a value to it (as in languages such as C++ and Java), PHP automatically assigns a data
type to a variable when a value is allocated to it. This makes PHP rather simple to use when
declaring variables and inputting values into them.
PHP variables, of course, follow a certain set of rules. All variables must begin with $ and
must be immediately followed by a letter or an underscore. Variables in PHP are indeed casesensitive
and can contain any number of letters, numbers, or underscores after the initial $
and first letter or underscore.
Although initially variables in PHP were always assigned by value, since the PHP 4 release
(and including PHP 5), you can now assign variables by reference. This means you can create
something of an alias to a variable that will change the original value if you modify the alias.
This is quite different from value-assigned variables that are essentially copies of the original.
The following example shows a couple blocks of code to give you a good handle on PHP 5
variable functionality.
The Code
//sample1_1.php
//A properly set-up PHP variable.
$myvar = 0;
//An improper PHP variable.
//$1myvar = 0;
$yourvar = "This is my value
";
//An example of assigning variables by value.
$myvar = $yourvar;
//If we were to change it.
$myvar = "This is now my value.
";
echo $yourvar; //Echoes This is my value
//An example of assigning a variable by reference.
$myvar = &$yourvar;
$myvar = "This is now my value.
";
echo $yourvar; //Echoes This is now my value.

?>
This is my value
This is now my value.

How It Works
Using superglobals has taken precedent while people slowly migrate their code from the old,
variable-based method (which requires register_globals to be set to on in the php.ini file) to
the new superglobal array method (which does not require register_globals to be set to on).
Basically, rather than using the old method of gathering data from places such as cookies, sessions,
and form variables, PHP 5 is moving its focus toward the concept of superglobals. A few
custom PHP globals can gather information from different sources. By using these superglobals,
a developer can keep order within a script by knowing and managing exactly where a
variable has come from or will be going to. Considered largely more secure because you can
build code to tell exactly where variables are coming from, rather than just accepting a variable
at face value, superglobals are becoming the standard.
The default configuration for PHP 5 insists that the register_globals value be set to off.
This means you have to put a little more thought into your code. Rather than just receiving a
value and running with it, you must specify to PHP where the value is coming from and potentially
where you are going to put it. The following is an example of some superglobals in
action:
//Rather than accepting a value from a form like this:
$formvar = $formvar;
//Or like this:
$formvar = $HTTP_POST_VARS['formvar'];
//The new, way to receive a form var is as such:
$formvar = $_POST['formvar'];
?>
Similarly, get variables, session variables, cookies, files, and a few others are now handled
in much the same way. Consider this example with sessions that will check for a valid login:
if ($_SESSION['loggedin']){
echo "Proper login";
} else {
echo "You are not logged in.";
}
?>
By knowing exactly where your data has come from, you can prevent malicious people
from inserting false code into your premade scripts through, say, the address bar.
To get a full understanding of PHP 5 and its variable system, please see Chapter 10 by
Frank M. Kromann, where he will cover the wide world of variables in depth.

Source : PHP5 Recipes A Problem Solution Approach

Wednesday, October 15, 2008

Bertanya Yang Perlu Saja

Setelah saya mencoba menjawab pertanyaan dari "Pak Dhe" sebelumnya, pak Dhe pun ngasih pertanyaan lagi. "Di surga besok orang masih shalat ga ya...?"

Walah, pertanyaan apa lagi ini. Ngapain nanya2 kayak gitu sih :(. Yang penting kita kan hidup di dunia Beribadah sama Allah saja dengan baik dan benar. Selain itu juga memperbanyak amal ibadah dengan ikhlas dan benar sesuai yang dituntunkan oleh Rasulullah saw... Nah itu semua untuk mempersiapkan hidup di akhirat. Masalah di surga Apakah masih shalat ato tidak itu kan urusan nanti. Lha wong belum tentu kita bisa masuk surga kok ('Naudzubillahi Min Dzalik. Harapannya sih kita bisa masuk surga n jangan sampe masuk neraka. Allaahumma Innii As alukal Jannah, Wa A'udzubika Minan Naar)

Ya dah nanti aku tanya lagi sama yang lebih tau. Setelah nanya lagi sama Pak Irfan (Lha yang sering ketemu n bisa lagi enak ditanya pak Irfan kok :) ), Pak Irfan pun menjawab : "Biasanya kalo orang suka nanya/memikirkan yang aneh-aneh yang tidak penting, maka dia akan lupa dengan hal-hal/perkara2 yang lebih penting" (Ya intinya gitu lah, klo kata2/redaksinya sih mungkin ga kayak gitu).

Setelah dapet jawaban, aku sms ke pak Dhe. isinya begini : "Assalaamualaikum, janganlah tll memikirkan sesuatu yg aneh n g penting. kawatirnya nanti akanmlupakan hal2 yg pnting.janganlah spt kaum nabi musa yg tll bany bertanya. hampir2 mereka celaka krn tll bny bertny".

Ya masalahnya aku inget dengan ayat dalam Al Quran yang baru saja saya coba hapalkan, yang artinya : "Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil."

Mereka menjawab: " Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu."

Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya."

Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)."

Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu

(AlBaqarah : 67-71)

Eh... Pak Dhe mbales smsku : "Akal akan hidup dg tanya. Tanpa tanya, akal mandeg. Yang ada 'ketundukan'. Tanya sekedar wawasan, tanpa melupakan n meninggalkan syariat. Wallahua'lam".

Waduh, gimana ini. Aku jawab lagi : "Bertanya baik, tapi yang penting2 aja. Allah dlm Al Quran menyuruh qta bertanya klo tdk tau. tpi juga memberi contoh dg suatu kaum yg bny bertany dg sesuatu yg tdk prl" (seperti ayat di atas)

Waktu nulis sms tu, aku juga ingat ayat Al Quran yg menyebutkan :"maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (An Nahl : 43).

Nah..., klo menurut temen2 gimana ya.....? :)

Allah dan Al Quran Tidak Adil terhadap Wanita???

Seorang temen nanya sama saya: "Boy, kalo kita perhatikan dalam Al Quran, kebanyakan kenikmatan di surga hanyalah untuk laki-laki saja. Nah, ini menjadikan beberapa wanita itu semacam males untuk berbuat kebaikan.... Lha ini gimana?"

Waduh, aku pun bingung. Aku mencoba menjawab secara singkat. Oo, nggak seperti itu. Allah itu Maha Adil, nggak mungkin dong Allah yang Maha Adil hanya akan memberi balasan yang lebih sama orang laki2 saja. Tapi untuk jelasnya, nanti saya coba nanya sama yang lebih tahu. Maka aku pun bertanya sama Pak irfan (Dosen Agama di STMIK El Rahma), selain itu juga nyari artikel di Internet. Nah... akhirnya aku dapet artikel ini nih..., baca baik2 ya....:)

Tanya:

Jika seorang wanita yang shalihah masuk surga namun suaminya tidak masuk surga, apakah ia akan menikah dengan ‘bidadara’?

Jawab:

Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan nukilkan fatwa salah seorang ulama terkemuka di zaman ini, Syaikh al-’Utsaymīn.

Syaikh Muhammad al-’Utsaymīn pernah ditanya, “Jika seorang wanita dari kalangan ahli surga belum pernah menikah di dunia, atau ia menikah namun suaminya tidak masuk surga, maka siapakah yang akan bersama wanita itu (di surga)?”

Beliau menjawab, “Jawaban atas pertanyaan ini dapat diambil dari keumuman firman Allah Ta’ālā:

وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلاً مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيم

“Dan bagi kamu di dalamnya (akhirat) apa yang kamu inginkan dan bagi kamu (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fushshilat [41]: 31-32)
Sumber :http://tanyasyariah.wordpress.com/2007/10/05/bidadara-bagi-wanita-penghuni-surga/
Untuk lebih lengkapnya silahkan baca artikelnya di sini

Tanya:

Jika seorang wanita shalihah yang sempat menikah dua kali semasa di dunia masuk surga, dan ternyata kedua suaminya pun masuk surga, maka siapakah yang akan bersama wanita tersebut?

Jawab:

Apabila wanita tersebut pernah memiliki memiliki lebih dari satu suami di dunia, dan hanya satu dari suaminya yang masuk surga, maka wanita itu akan bersama suaminya yang masuk surga. Namun, bagaimana sekiranya seluruh suaminya masuk surga? Sependek pengetahuan kami, setidaknya terdapat dua pendapat di kalangan ulama dalam hal ini:

Pendapat Pertama: Wanita Tersebut Memilih Suami yang Dikehendakinya

Pendapat Kedua: Wanita Tersebut Bersama Suaminya yang Terakhir

Sumber: http://tanyasyariah.wordpress.com/2007/10/05/jika-dua-suami-masuk-surga-istri-dengan-siapa/

Untuk lebih lengkapnya silahkan baca artikelnya di sini

'Aid / Kembali Berbagi dengan Blog :)

Assalaamualaikum semuanya....

Setelah lama sekali (sekitar 2 tahun) meninggalkan blog ini, akhirnya aku pingin kembali lagi berkumpul sama-sama temen tuk saling berbagi cerita, pengalaman, ilmu, ato apa ajalah yang penting baik. (Klo saya sih blum bisa ngasih banyak, tapi mungkin saya akan mencoba menuliskan apa yang saya dapat, n klo ada salah, ya mohon koreksi dari temen2 smua:) ). Ya harap maklum... masalahnya ilmunya masih dikit sekali.

Dalam masa-masa bulan syawal ini, biasanya orang saling mengucapkan Minal 'Aidin Wal Faizin yang artinya kalo ga salah Intinya kembali menuju kemenangan. Nah dari istilah kembali ini, dengan semangat "kembali menuju kemenangan" Insya Allah, saya pingin untuk kembali menulis di blog lagi.

Wednesday, February 15, 2006

Jadikan Istirahatmu Bernilai di Sisi Allah

Dalam Islam, setiap amalan, sekecil apapun, bisa bernilai ibadah. Beristirahat, misalnya. Ia tak sekedar rutinitas melepas lelah setelah seharian beraktivitas. Namun bisa menjadi pohon yang berbuah pahala. Bagaimana amalan yang nyata-nyata telah menjadi kebutuhan kita sehari-hari ini bisa bernilai ibadah? Simak bahasan berikut!

Hidup memang sebuah pengorbanan dan perjuangan. Berjuang dan berkorban adalah sesuatu yang melelahkan dan memberatkan, dan ketika lelah tentu butuh ketenangan dan istirahat. Namun tidak semua orang bisa dengan mudah mendapatkan ini semua. Ada yang hanya bisa beristirahat satu atau dua jam saja setiap harinya. Hidupnya dipenuhi dengan aktivitas dan kesibukan yang luar biasa. Sehingga, kesempatan beristirahat merupakan sebuah kenikmatan dan kasih sayang Allah k yang mesti kita syukuri.
Namun di masa kini, manusia dihadapkan pada pola hidup yang menuhankan materi. Hidup di dunia seolah-olah hanya untuk mencari uang atau materi. Manusia diposisikan sebagai alat produksi yang senantiasa dituntut produktif. Dengan kata lain, segala aktivitas harus ada timbal baliknya secara materi. Pekerjaan adalah no. 1, sementara keharmonisan keluarga, interaksi sosial dengan masyarakat, adalah nomor kesekian. Walhasil, manusia pun tak ubahnya seperti robot. Ini jelas menyelisihi fitrah manusia. Allah k menjelaskan di dalam Al-Qur`an:

وَخُلِقَ اْلإِنْسَانُ ضَعِيْفًا

“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (An-Nisa`: 28)
As-Sa’di t mengatakan: “(Allah k menginginkan atas kalian keringanan) artinya kemudahan dalam segala perintah dan larangan-Nya atas kalian. Kemudian bila kalian menjumpai kesulitan dalam beragama maka Allah k telah menghalalkan bagi kalian sesuatu yang kalian butuhkan seperti bangkai, darah dan selain keduanya bagi orang yang mudhthar1, dan seperti bolehnya bagi orang yang merdeka menikahi budak wanita dengan syarat di atas. Hal ini sebagai bukti sempurnanya kasih sayang Allah k, kebaikan yang mencakup ilmu dan hikmah-Nya atas kelemahan manusia (yaitu kelemahan) dari semua sisi. Lemah tubuh, lemah niat, lemah kehendak, lemah keinginan, lemah iman, dan lemah kesabaran. Berdasarkan semua ini sangat sesuai jika Allah k meringankan atas mereka perkara yang dia tidak sanggup untuk melakukannya dan segala apa yang tidak sanggup dipenuhi oleh keimanannya, kesabaran, dan kekuatan dirinya.”
Dan karena kelemahan itu, Allah Maha Bijaksana di dalam menentukan waktu kehidupan bagi mereka. Allah k menjadikan malam dan siang memiliki hikmah tersendiri. Dan adanya malam dan siang itu menunjukkan kasih sayang Allah k terhadap hamba-hamba-Nya dan manakah dari hamba-Nya yang mau mensyukurinya?
Allah k berfirman:

فَالِقُ اْلإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ

“Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al-An’am: 98)

هُوَالَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِتَسْكُنُوا فِيْهِ وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا إِنَّ فِيْ ذَلِكَ لآيَاتِ لِقَوْمِ يَسْمَعُوْنَ

“Dialah yang telah menjadikan malam bagi kalian supaya kalian beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kalian mencari karunia Allah k). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah k) bagi orang-orang yang mendengar.” (Yunus: 67)

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِبَاسًا وَالنَّوْمَ سُبَاتًا وَجَعَلَ النَّهَارَ نُشُوْرًا

“Dialah yang menjadikan untuk kalian malam sebagai pakaian dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.” (Al-Furqan: 47)

وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan karena rahmat-Nya Dia jadikan untuk kalian malam dan siang, supaya kalian beristirahat pada malam itu dan supaya kalian mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kalian bersyukur kepada-Nya.” (Al-Qashash: 73)
Dan masih banyak lagi ayat yang semakna dengan di atas. Semuanya menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah k terhadap hamba-hamba-Nya dan bahwa Allah k telah melimpahkan kepada mereka segala yang mereka butuhkan dalam pengabdian dan ibadah kepada Allah k. Namun mengapa kebanyakan manusia ingkar kepada-Nya?
Dan kita semua berkeinginan agar tidur sebagai salah satu bentuk istirahat bukan hanya sebagai ketundukan kepada sunnatullah semata. Kita juga ingin agar tidur kita mendapatkan nilai ibadah tambahan dari sisi Allah k. Allah k melalui lisan Rasul-Nya Muhammad n telah mengajarkan kepada kita beberapa adab di dalam tidur.

Berwudhu Sebelum Tidur
Termasuk Sunnah Rasulullah n adalah berwudhu sebelum tidur. Hal ini bertujuan agar setiap muslim bermalam dalam keadaan suci, sehingga bila ajalnya datang menjemput diapun dalam keadaan suci. Dan sunnah ini menggambarkan bentuk kesiapan seorang muslim untuk memenuhi panggilan kematian dalam keadaan suci hatinya. Dan jelas bahwa kesucian hati lebih diutamakan daripada kesucian badan. Dan sunnah ini juga akan mengarahkan pada mimpi yang baik dan menjauhkan diri dari permainan setan yang akan menimpanya. (Lih. Fathul Bari, 11/125 dan Syarah Shahih Muslim, 9/32)
Tentang sunnah ini, Rasulullah n telah menjelaskan dalam sabda beliau:

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْئَكَ لِلصَّلاَةِ...

Dari Al-Bara` bin ‘Azib z, berkata: “Rasulullah n bersabda kepadaku: ‘Apabila kamu mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah kamu sebagaimana wudhumu untuk shalat.”2
Al-Imam Al-Bukhari di dalam Shahih beliau menulis sebuah bab: “Apabila Bermalam (Tidur) dalam Keadaan Suci”. Al-Hafizh Ibnu Hajar t mengatakan: “Sungguh terdapat hadits-hadits yang menjelaskan makna ini yang tidak memenuhi syarat Al-Bukhari dalam Shahih-nya, di antaranya hadits Mu’adz z:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَبِيْتُ عَلَى ذِكْرٍ طَاهِرًا فَيَتَعَارُُُّ مِنَ اللَّيْلِ فَيَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Tidaklah seorang muslim tidur di malam hari dengan berdzikir dan dalam keadaan suci, kemudian dia terbangun dari tidurnya di malam hari kemudian dia meminta kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat melainkan Allah akan memberikan itu kepadanya.”3 (lih. Fathul Bari, 11/124)
Dan beliau mengatakan: “Perintah (untuk berwudhu di sini) adalah sunnah (bukan wajib).” Beliau mengatakan juga: “At-Tirmidzi mengatakan: ‘Tidak ada di dalam hadits-hadits penyebutan wudhu ketika tidur melainkan di dalam hadits ini’.” (lih. Fathul Bari, 11/125)
Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Di dalam hadits ini terdapat tiga sunnah yang penting, namun bukan wajib. Salah satu di antaranya adalah berwudhu ketika ingin tidur. Dan bila dia dalam keadaan berwudhu maka cukup baginya (dalam melaksanakan sunnah tersebut) karena yang dimaksud adalah (tidur) dalam keadaan suci.” (Syarah Shahih Muslim, 9/32)
Demikianlah sunnah yang tidak ditinggalkan oleh Rasulullah n ketika hendak tidur, yang semestinya kita sebagai muslim memperhatikannya. Abdullah bin ‘Abbas c bercerita:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَقَضَى حَاجَتَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ نَامَ

“Bahwa Rasulullah n terjaga di suatu malam lalu beliau menunaikan hajatnya dan kemudian membasuh wajah dan tangannya lalu tidur.”4

Mengibas (Membersihkan) Tempat Tidurnya
Satu dari sekian sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah n berkaitan dengan adab tidur adalah mengibas tempat tidur. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan diri seperti binatang berbisa, baik ular, kalajengking, dan sebagainya. Ini dilakukan tidak dengan tangan langsung, supaya terhindar dari sesuatu yang mengotori sekiranya terdapat najis atau kotoran. (Lih. Syarah Shahih Muslim, 9/38 dan Fathul Bari, 11/143)
Rasulullah n bersabda:

إِذَا أَوَى أَحَدُكُمْ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْيَنْفُضُ فِرَاشَهُ بِدَاخِلَةِ إِزَارِهِ فَإِنَّهُ لاَيَدْرِي مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ

“Apabila salah seorang dari kalian beranjak menuju tempat tidurnya maka hendaklah dia mengibas (membersihkan) tempat tidurnya karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.”5

فَإِنَّهُ لاَيَدْرِي مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ
“Dia tidak mengetahui apa yang terjadi kemudian” artinya, kata Al-Imam At-Thibi: “Dia tidak mengetahui apa yang akan terjatuh di ranjangnya berupa tanah, kotoran, atau serangga bila dia meninggalkannya.” (Fathul Bari, 11/144)
Ibnu Baththal mengatakan: “Di dalam hadits ini terdapat adab yang besar dan telah disebutkan hikmahnya dalam hadits, yaitu dikhawatirkan sebagian serangga yang berbahaya bermalam di tempat tidurnya dan mengganggunya.
Al-Qurthubi mengatakan: “Diambil faedah dari hadits ini bahwa sepantasnya bagi orang yang akan tidur untuk mengibas tempat tidurnya karena dikhawatirkan terdapat sesuatu yang basah tersembunyi atau selainnya.”
Ibnul ‘Arabi mengatakan: “Di dalam hadits ini terdapat peringatan dan (anjuran) agar seseorang mengetahui sebab-sebab tertolaknya taqdir yang jelek. Dan hadits ini sama dengan hadits: “Ikatlah ontamu kemudian bertawakkal.” (lihat Fathul Bari, 11/144)

Tidur di Atas Lambung Sebelah Kanan
Kesempurnaan Islam adalah sebuah keistimewaan yang diberikan kepada umat Rasulullah n dan menunjukkan keutamaan mereka atas umat-umat terdahulu. Sungguh merugi bila akal, perasaan, adat istiadat, ajaran nenek moyang dijadikan sebagai hakim atas kesempurnaannya.
Segala perintah, larangan dan bimbingan yang ada di dalamnya adalah demi kemaslahatan manusia. Akan tetapi berapa banyak dari mereka yang mau menerima bimbingan? Yang ingkar lebih banyak daripada yang beriman, dan yang menentang lebih banyak daripada yang taat, dan yang menolak lebih banyak dari yang menerima.
Hikmah yang terkandung dalam bimbingan Rasulullah n untuk tidur di atas lambung kanan adalah lebih cepat untuk terjaga (bangun), jantung bergantung ke arah sebelah kanan sehingga tidak menjadi berat bila ketika tidur.
Ibnul Jauzi berkata: “Cara seperti ini sebagaimana telah dijelaskan ilmuwan-ilmuwan kedokteran sangat berfaedah bagi badan. Mereka mengatakan: ‘Mereka mengawali sesaat tidur di atas lambung sebelah kanan, kemudian di atas lambung sebelah kiri karena tertidur. (Dengan cara) pertama akan menurunkan makanan, dan tidur di atas lambung kiri akan menghancurkannya dan dikarenakan hati (terkait dengan pekerjaan) lambung.” (Lih. Fathul Bari, 11/115)
Rasulullah n bersabda:

ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ اْلأَيْمَنِ

“Lalu tidurlah di atas lambungmu yang kanan.”6

Meletakkan Tangan di Bawah Pipi
Tata cara ini dijelaskan oleh Hudzaifah ibnul Yaman c:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ مِنَ اللَّيْلِ وَضَعَ يَدَهُ تَحْتَ خَدِّهِ

“Adalah Rasulullah n apabila beliau tidur di malam hari, beliau meletakkan tangan beliau di bawah pipi.”7

Berdoa Sebelum Tidur

كَانَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ قَالَ: اللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَحْيَا وَبِاسْمِكَ أَمُوتُ

“Rasulullah n apabila akan tidur beliau berdoa: ‘Ya Allah, dengan menyebut nama-Mu aku hidup dan dengan menyebut namamu aku mati (tidur).”8

Membaca Dzikir-dzikir Tidur
Dzikir-dzikir tidur yang ada dan shahih riwayatnya dari Rasulullah n sangatlah banyak, dan buku-buku yang ditulis dalam masalah ini bertebaran di tengah kaum muslimin. Di antara dzikir-dzikir tersebut adalah:
a. Membaca ta’awwudz dan meniup telapak tangan lalu mengusapkannya ke seluruh anggota tubuh.
Hal ini berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ نَفَثَ فِي يَدَيْهِ وَقَرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَمَسَحَ بِهِمَا جَسَدَهُ

“Adalah Rasulullah n apabila beliau akan tidur beliau meniup kedua tangan beliau dan membaca mu’awwidzat (ayat-ayat perlindungan) lalu mengusap dengan itu seluruh jasadnya.”9
Apa yang dimaksud dengan ayat-ayat perlindungan? Dan bagaimana tatacaranya yang dipraktekkan Rasulullah n?
Telah dijelaskan dalam riwayat Abu Dawud (no. 5057) tentang yang dimaksud dengan doa perlindungan dan tatacaranya, yaitu:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيْهِمَا وَقَرَأَ فِيْهِمَا {قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ} وَ{قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ} وَ{قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ} ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ، يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

“Dari ‘Aisyah, bahwa Nabi n apabila menuju tempat pembaringan pada setiap malam, beliau menghimpun kedua telapak tangan beliau kemudian meniupnya dan membaca Qul Huwallahu Ahad dan Qul A’udzubirabbil Falaq dan Qul A’udzubi Rabbi An-Nas kemudian dia mengusap seluruh tubuh beliau, dan beliau memulai dari kepala kemudian wajah dan bagian depan jasad dan beliau lakukan hal itu tiga kali.”10
b. Membaca takbir, tahmid dan tasbih 33 kali.
Al-Imam Al-Bukhari v mengatakan:

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ: حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْحَكَمِ: سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ: حَدَّثَنَا عَلِيٌّ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلاَمُ شَكَتْ مَا تَلْقَى مِنْ أَثَرِ الرَّحَا فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ. فَانْطَلَقَتْ فَلَمْ تَجِدْهُ فَوَجَدَتْ عَائِشَةَ فَأَخْبَرَتْهَا. فَلَمَّا جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ عَائِشَةُ بِمَجِيءِ فَاطِمَةَ، فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا وَقَدْ أَخَذْنَا مَضَاجِعَنَا فَذَهَبْتُ لأَقُوْمَ فَقَالَ: عَلَى مَكَانِكُمَا. فَقَعَدَ بَيْنَنَا حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى صَدْرِي، وَقَالَ: أَلاَ أُعَلِّمُكُمَا خَيْرًا مِمَّا سَأَلْتُمَانِي؟ إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا تُكَبِّرَا أَرْبَعًا وَثَلاَثِيْنَ وَتُسَبِّحَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ وَتَحْمَدَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ

Muhammad bin Basysyar telah bercerita kepadaku: Ghundar telah menceritakan kepada kami: Syu’bah telah menceritakan kepada kami dari Al-Hakam: Aku telah mendengar Ibnu Abi Laila berkata: “‘Ali telah menceritakan kepadaku bahwa Fathimah mengeluhkan apa yang beliau dapati (berupa bekas pada tangan beliau) karena menumbuk (tepung). Kemudian dibawakan kepada Nabi n seorang tawanan dan aku segera mendatangi Nabi n. Akan tetapi aku tidak menjumpainya dan beliau menjumpai ‘Aisyah lalu Fathimah menceritakan (hajatnya) kepada ‘Aisyah. Ketika Rasulullah n datang, ‘Aisyah memberitahukan tentang kedatangan Fathimah kemudian Rasulullah n mendatangi kami sedangkan kami telah tidur. Lalu aku berusaha bangun, beliau berkata: “Tetaplah kalian di tempat kalian.” Lalu beliau duduk di antara kami, dan aku (kata Fathimah) merasakan dingin kedua kaki beliau yang diletakkannya di atas dadaku dan beliau bersabda: “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta kepadaku yaitu bila kalian akan tidur bertakbirlah 34 kali, bertasbih 33 kali, dan bertahmid 33 kali lebih baik bagi kalian dari pada memiliki pembantu (budak).”
c. Membaca doa di bawah ini:

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ نَامَ عَلَى شِقِّهِ اْلأَيْمَنِ ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ وَوَجَّهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ. وَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَهُنَّ ثُمَّ مَاتَ تَحْتَ لَيْلَتِهِ مَاتَ عَلَى الْفِطْرَةِ

Dari Al-Bara` bin ‘Azib, berkata: Adalah Rasulullah n apabila beliau menuju tempat pembaringan, beliau tidur di atas lambung sebelah kanan kemudian berdoa: “Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu dan aku hadapkan wajahku kepada-Mu dan aku serahkan semua urusanku kepada-Mu dan aku bentangkan punggungku di hadapan-Mu dengan penuh harapan dan rasa takut dari-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan (meminta) keselamatan melainkan kepada-Mu, aku beriman kepada kitab yang Engkau telah turunkan dan Nabi yang Engkau telah utus”, dan Rasulullah n bersabda: “Barangsiapa mengatakannya lalu dia meninggal pada malam itu maka dia meninggal di atas fitrah.”11
c. Membaca doa di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَوَى أَحَدُكُمْ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْيَنْفُضْ فِرَاشَهُ بِدَاخِلَةِ إِزَارِهِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي مَا خَلَفَهُ عَلَيْهِ، ثُمَّ يَقُولُ بِاسْمِكَ رَبِّ وَضَعْتُ جَنْبِي وَبِكَ أَرْفَعُهُ إِنْ أَمْسَكْتَ نَفْسِي فَارْحَمْهَا وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

Dari Abu Hurairah z, berkata: “Rasulullah n bersabda: Apabila salah seorang dari kalian menuju tempat tidurnya, hendaklah dia mengibasnya dengan bagian dalam kainnya, karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi kemudian. Lalu dia berdoa: ‘Dengan menyebut nama-Mu wahai Rabb, aku meletakkan lambungku dan karena-Mu pula aku mengangkatnya dan jika Engkau mencabut ruhku maka rahmatilah dia, dan jika Engkau melepaskannya (untuk hidup) maka jagalah dia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang shalih’.”12
Wallahu a’lam.

1 Orang yang sangat membutuhkan dan bila dia tidak melakukannya niscaya akan binasa, seperti orang yang bepergian sementara bekalnya habis di perjalanan dan dia dalam keadaan sangat lapar yang dapat mengancam jiwanya (jika dibiarkan). Maka agama memperbolehkan memakan segala apa yang didapatinya seperti bangkai, darah, babi, anjing dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhannya di saat itu saja. Ibnu Atsir di dalam kitab An-Nihayah (3/83) menjelaskan: “Sesungguhnya dihalalkannya bangkai bagi orang yang mudhthar hanyalah sebatas memakan apa yang akan menutup laparnya di pagi atau malam dan tidak boleh menjadikannya bekal antara keduanya (mempersiapkan di pagi hari sampai malam, pent.)
2 HR. Al-Bukhari no. 6311 dan Muslim no. 2710
3 HR. Abu Dawud di dalam Sunan beliau no. 5042 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud no 5042, Al-Misykat no. 1215 dan di dalam kitab At-Ta’liq Ar-Raghib 1/207-208.
4 HR. Al-Bukhari no. 6316 dan Abu Dawud no. 5043 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 4217.
5 HR. Al-Bukhari no. 6320 dan Muslim no. 2714
6 HR. Al-Bukhari no. 6311 dan Muslim no. 2710
7 HR. Al-Bukhari no. 6314
8 HR. Muslim (no. 2711) dan Ahmad (no.17862) dari shahabat Al-Bara’ bin ‘Azib z. Dari shahabat Hudzaifah ibnul Yaman c dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (no.1324) dengan lafadz yang berbeda dengan lafadz Al-Imam Muslim:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ وَضَعَ يَدَهُ تَحْتَ خَدِّهِ ثُمَّ يُقُوْلُ: اللَّهُمَّ بِاسْمِكَ أَمُوْتُ وَأَحْيَا

Dan yang semakna dengan hadits ini diriwayatkan dari shahabat Abu Dzar z, dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (no. 6325).
9 HR. Al-Bukhari no. 6319, Muslim, Abu Dawud no. 5057, Ibnu Majah, dan Ahmad no. 23708 dari shahabat ‘Aisyah x.
10 Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 4228
11 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 6315 dan Muslim no. 2710
12 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 6320 dan Muslim no. 2714, lafadz ini adalah lafadz Al-Bukhari

Manfaat Menahan Pandangan

Mata dan qalbu senantiasa berhubungan. Jika salah satunya baik, maka akan baik pula yang lainnya. Maka menjaga mata merupakan sesuatu yang mesti kita lakukan agar qalbu merasakan banyak manfaat darinya.

Saudariku muslimah… semoga Allah k memberkahimu.
Dalam edisi yang lalu, kita telah mengetahui aturan syariat dalam masalah menahan pandangan mata. Berikut ini untuk menambah semangat dalam mengamalkan aturan syariat tersebut, kita nukilkan -secara ringkas- uraian yang diberikan oleh Al-Imam Al-Allamah Al-Hafizh Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Asy-Syaikh Taqiyuddin Abu Bakr, yang lebih dikenal dengan Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah v, tentang manfaat menahan pandangan mata dalam kitabnya yang sangat bernilai Ad-Da`u wad Dawa`atau Al-Jawabul Kafi liman Sa`ala ‘anid Dawa`isy Syafi.
Pertama: Dengan menahan pandangan mata berarti berpegang dengan perintah Allah k yang merupakan puncak kebahagiaan seorang hamba dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat.
Kedua: Menahan pandangan akan mencegah sampainya pengaruh panah beracun ke dalam qalbu1 seorang hamba.
Ketiga: Menahan pandangan akan mewariskan kedekatan seorang hamba dengan Allah k dan menyatukan qalbunya agar hanya tertuju kepada Allah k. Sebaliknya, mengumbar pandangan akan memecah belah qalbu dan mencerai-beraikannya.
Keempat: Menguatkan qalbu dan membahagiakannya. Sebaliknya, mengumbar pandangan akan melemahkan qalbu dan membuatnya sedih.
Kelima: Menahan pandangan akan menghasilkan cahaya bagi qalbu, sebagaimana mengumbar pandangan akan menggelapkan qalbu. Karena itulah setelah Allah k memerintahkan ghadhul bashar (menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan untuk melihatnya) dalam surah An-Nur (ayat 31 -red):

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوْجَهُمْ

“Katakanlah (wahai Nabi) kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…”
Allah k ikutkan dengan firman-Nya:

اللهُ نُوْرُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌ

“Allah (Pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar…” (An-Nur: 35), yakni perumpamaan cahaya-Nya pada qalbu seorang hamba yang beriman yang berpegang dengan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Apabila qalbu itu bercahaya, datanglah utusan-utusan kebaikan kepadanya dari segala arah. Sebagaimana bila qalbu itu gelap akan datang kepadanya awan-awan bala` dan kejelekan dari setiap tempat. Segala macam bid‘ah, kesesatan, mengikuti hawa nafsu, menjauhi petunjuk, berpaling dari sebab-sebab kebahagiaan dan menyibukkan diri dengan sebab-sebab kesengsaraan, semua itu akan tersingkap oleh cahaya yang ada di dalam qalbu. Namun bila cahaya itu hilang, jadilah pemilik qalbu tersebut seperti seorang yang buta yang berkeliaran di malam yang gelap gulita.
Keenam: Menahan pandangan akan mewariskan firasat yang benar yang dengannya ia akan membedakan antara yang haq dengan yang batil, antara orang yang jujur dengan yang dusta.
Ibnu Syujja‘ Al-Kirmani v pernah berkata: “Siapa yang memakmurkan zhahirnya dengan mengikuti sunnah dan batinnya dengan terus menerus muraqabah2, dan menahan pandangannya dari perkara-perkara yang diharamkan, menahan jiwanya dari syubhat dan makan dari yang halal, maka firasatnya tidak akan salah.”
Allah k memberikan kepada hamba-Nya balasan yang sejenis dengan amalan yang dilakukannya, dan “Siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah k, niscaya Allah k akan menggantikan dengan yang lebih baik dari sesuatu tersebut.”3 Bila si hamba menahan pandangannya dari perkara yang Allah k haramkan maka Allah k gantikan dengan memberikan cahaya pada pandangan hatinya. Allah k bukakan baginya pintu ilmu dan iman, ma’rifah, firasat yang benar dan tepat, semua ini hanya diperoleh dengan bashirah qalb (penglihatan qalbu).
Ketujuh: Menahan pandangan akan mewariskan kekokohan, keberanian, dan kekuatan pada qalbu.
Kedelapan: Menahan pandangan akan menutup celah bagi masuknya setan ke dalam qalbu. Karena setan itu masuk bersama pandangan mata, dan akan menembus bersama pandangan tersebut ke dalam qalbu lebih cepat dari masuknya udara ke tempat yang kosong. Lalu setan pun menyusupkan bayangan (lebih jauh) dari apa yang dilihat dan memperindahnya, sehingga gambaran itu menjadi berhala di mana qalbu berdiam di atasnya. Kemudian setan menjanjikannya, membuatnya berangan-angan, dan dinyalakanlah api syahwat di dalam qalbu. Lalu dilemparkanlah kayu bakar maksiat di atasnya. Jadilah qalbu tersebut berada di dalam api yang menyala-nyala, seperti seekor kambing di atas tungku api.
Kesembilan: Menahan pandangan akan mengosongkan qalbu dari memikirkan hal yang haram, sehingga qalbu hanya tersibukkan dengan perkara yang memberikan maslahat.
Kesepuluh: Antara mata dan qalbu itu ada penghubung dan jalan sehingga saling berhubungan satu sama lain. Bila salah satunya baik, maka baik pula yang lain. Dan sebaliknya, bila salah satu rusak maka rusak pula yang lain. Rusaknya qalbu akan merusakkan pandangan, dan rusaknya pandangan akan merusakkan qalbu. Demikian pula sebaliknya, pandangan yang baik akan menjadikan qalbu baik dan qalbu yang baik akan membaikkan pandangan. Jika qalbu telah rusak jadilah ia seperti tempat sampah yang merupakan tempat pembuangan najis, kotoran dan yang berbau busuk. Bila sudah demikian keadaannya, ia tidak bisa menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi pengenalan terhadap Allah k, cinta kepada-Nya dan kembali pada-Nya, senang dan gembira bila dekat dengan-Nya. Namun yang menempatinya ketika itu adalah perkara-perkara yang sebaliknya.
Wallahul musta’an.
(lihat kitab Ad-Da`u wad Dawa`, karya Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hal. 277-279)

1 Qalbu bermakna jantung, namun sering di-bahasa Indonesia-kan dengan hati. Rasulullah n bersabda tentang jantung ini:

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila baik daging itu maka baik pula seluruh tubuh dan bila rusak maka rusak pula seluruh tubuh, ketahuilah segumpal daging itu adalah qalbu.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
2 Merasakan pengawasan Allah k
3 Diambil dari hadits:
مَنْ تَرَكَ شَيْئًا ِللهِ عَوَّضَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ
, diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad (5/363) dan selainnya.

sumber : http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=317

Thursday, February 02, 2006

UAS Selesai, Liburan Lama Menjelang

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, responsi dah selesai. Tapi, Suasana menjadi sepi. Apakah tugas-tugas juga sudah selesai? Kalo saya sih tidak.... Malah semakin bertambah...

Tugas ama hasil responsi belum dikoreksi semua lagi :(.

Mas liburan kemana? pulang? (saya mah gak libur.... Kalo pinginnya sih libur... tapi...)
Sebetulnya aku juga gak pingin pulang, tapi SIM saya dah mati, jadi ya harus pulang.
Bosen juga sih liburan dirumah lama2. Gak ada yang bisa di liatin :). Tenang aja.. nanti tak bawain oleh2 deh. O, ya.. jangan lupa lho nilai saya...

Gimana mas? lancar? nilai saya A kan?. (Bagaimana mau A, coba bayangin deh ... apa yang kamu lakuin waktu ujian PBO, aku tahu lho!!! hayooo....!!!!! Mau tak bilangin sama P....? Tapi tenang aja... Kalkulus mungkin dapet A kok)

Waduh, gimana baiknya ya? Pesertanya tidak sesuai target. Tombok nih panitia. Dah gak dapet subsidi, disuruh bayar listrik untuk lab lagi. HMJ gak pernah yang namanya kalo ngadain acara itu dapet subsisdi. Ya paling tidak... lab gak usah bayar lah, panitia dah bersyukur. Tapi ya gak papa lah. Tapi saya akan coba lobi supaya bisa diturunin. Ato ..... :) (Ya... gak papa :) )

Nilai-nilai dah pada keluar belum ya mas? (belum semua...) Katanya sudah? (Kata siapa? ) Ceritanya kita kan mau pulang mas... Pingin tahu nilainya jelek ato tidak.... (Tenang aja, nanti tak beri tahu kalo saudh keluar) Masa harus kesini lagi kalo nilainya jelek? Kalo jelek kan mau ikut SP....

Kata si ini mas sekarang sombong ya? Ya emang sombong kali? (waduh, masa saya sombong sih?... saya hanya kawatir....) Takut ngganggu ujian? kan sekarang dah selesai? Mas liburan acaranya apa?.... (libur lagi-libur lagi, saya kan gak libur)

Begitulah beberapa suasana disekitar kampus setelah selesai UAS dan menjelang liburan.

Ya Alloh tunjukilah kami jalan yang lurus, sehingga kami bisa tetap berada di jalanmu yang lurus, tetap berpegang pada kitab Mu dan sunnah rasul Mu, dan mengikuti para pendahulu-pendahulu yang shaleh.
Berikanlah kepada kami kekuatan untuk menghadapi segala ujian, cobaan yang Engkau berikan.
Allohumma ya muqallibal quluub tsabbit qolbii 'alaa thoo'atik
Allohumma ya mushorrifal quluub shorrif qolbii 'alaa diinik

3 Februari 2006

Friday, January 13, 2006

Responsi Praktikum ?? Lab I ???

Mas, untuk Lab I Responsinya gimana?
Apa seperti mas Ayo? soalnya di Internet?

Mas, kok Lab I panas sich?
ACnya gimana, kok gak seperti Lab II?

Mas, nilainya jangan sulit-sulit ya...
Masa dari dulu saya dapetnya jelek terus seh ....?

Massssssss kok komputernya banyak yang eror?
Maaaaaasih banyak lagi pertanyaan, usulan, masukan, lan sapanunggalane....

UUns say:
Tenang aja ...
La Tahzan ...
Jangan bersedih ...
Yang sabar ya ...

...Soalnya akan kita tampilkan di internet (mungkin semuanya, mungkin sebagian :) ).
Cari aja soalnya... sesuai praktikum yang diikuti serta jurusannya.
Nanti jawabannya di kirim ke email uunboy@gmail.com dengan subject Responsi . Misalnya : Responsi Progsis 12040325

Masa calon S.Kom, calon ahli komputer kok gak punya email, ato gak bisa buat email, ato gak bisa kirim email :(. Untuk itu emailnya harus sendiri-sendiri :).

Boleh belajar bersama, tapi pekerjaannya gak boleh sama. Kalo orang mengungkapkan isi hatinya kan beda-beda...

Boleh aja hasilnya sama, tapi ya asal tahu aja, nanti nilainya dibagi :). So jangan tanya "Mas, nilainya kok jelek terus sih...?"




Dah tahu artinya kan???
Ya intinya kita diciptakan berbeza-beza, jadi pekerjaannya juga beda-beda. Yang penting intinya sama.

La Tahzan

*) Cercaan musuh dan umpatan orang-orang yang dengki kepada diri Anda
setara dengan nilai diri Anda. Sebab kini Anda menjadi bahan
perbincangan, dan seorang yang penting.

*) Jangan hidup dalam angan angan, tetapi hiduplah dengan realiti.
Dengan hidup dalam angan angan Anda menginginkan dari orang lain apa
yang tidak dapat Anda lakukan. Karena itu jadilah orang yang objektif
(dalam melihat kenyataan)

*) Ketahuilah bahwa orang yang menggibah Anda berarti memberi
kebaikan-kebaikannya kepada Anda, menghapuskan kesalahan-kesalahan Anda
dan menjadikan diri Anda orang yang terkenal. Tentu saja yang demikian
itu adalah nikmat.

*) Tuluskan tauhid Anda untuk Rabb agar hati terbuka. Sejernih mana
tauhid Anda dan sebersih mana keikhlasan Anda maka sejernih dan sebersih
itu pulalah kebahagiaan Anda.

*) Jadilah sosok pemberani yang berhati teguh dan berjiwa kuat. Anda
memiliki semangat dan tekad. Jangan sekali-sekali Anda termakan oleh
rumor dan cerita-cerita yang tidak benar.

*) Yakinlah bahwa dunia ini adalah tempat cobaan, ujian, dugaan, dan
kesedihan. Karena itu, terimalah ia apa adanya dan mintalah pertolongan
kepada Allah.

*) Pahala dari semua yang menimpa Anda ada pada Allah, baik itu kesedihan,
keresahan, kelaparan, kefakiran, rasa sakit, hutang, dan musibah-musibah
yang lain.

*) Ketahuilah bahwa kesulitan itu akan membuka pendengaran, dan
penglihatan, menghidupkan hati, mendewasakan jiwa, mengingatkan hamba
dan menambah pahala. Jangan menerka-nerka peristiwa, jangan menunggu
keburukan, jangan percaya terhadap semua kabar yang tidak jelas, dan
jangan menelan mentah-mentah cerita-cerita yang tidak benar.

*) Bacalah secara berulang-ulang La haula wala quwwata illa billahi,
karena bacaan ini akan membuat hati menjadi tenteram, memperbaiki
keadaan, membuat yang berat menjadi ringan dan membuat Yang Maha Kuasa
menjadi ridha.

*) Perbanyaklah membaca istighfar, sebab dengan istighfar akan ada rezki,
akan ada jalan keluar,akan ada keluarga, akan ada ilmu yang berguna,
akan ada kemudahan, dan akan ada penghapusan dosa.

*) Terimalah bentuk wajah, bakat , pemasukan, dan keluarga dengan
kelegaan hati niscaya anda akan mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan.

*) Ketahuilah bahwa setelah kesulitan itu akan ada kemudahan, dan
setelah kesulitan itu akan ada jalan keluar. Ketahuilah bahwa keadaan
seseorang itu tidak akan tetap selamanya, hari-hari itu akan senantiasa
bergilir.

*) Optimislah, jangan pernah putus asa dan jangan pula menyerah tanpa
usaha. Berbaiksangkalah kepada Rabb. Dan, tunggulah segala kebaikan dan
keindahan dari-Nya

*) Terimalah pilihan ALLAH untuk Anda dengan gembira. Sebab Anda tidak
tahu tentang kemaslahatan. Boleh jadi kesulitan itu baik dari pada
kemudahan.

*) Ujian itu akan mendekatkan jarak antara diri Anda dengan Rabb, akan
mengajarkan kepada diri Anda bagaimana berdo'a, dan akan menghilangkan
kesombongan, ujub, dan rasa bangga diri dari diri Anda.

*) Jauhilah buruk sangka, buanglah angan-angan, khayalan-khayalan yang
merusak, dan pikiran-pikiran yang sakit.

*) Bersyukurlah kepada Rabb atas nikmat agama, akal, kesehatan, penutup
aib, pendengaran, penglihatan, rezki, keluarga, serta nikmat-nikmat
lainnya.

*) Tidakkah Anda tahu bahwa diantara manusia itu ada yang hilang akalnya,
terampas kesehatannya, dipenjarakan, dilumpuhkan, atau ditimpakan bencana?

*) Hiduplah bersama Al-Qur'an, baik dengan cara menghafal, membaca,
mendengarkan, atau merenungkannya. Sebab ini merupakan obat paling
mujarab untuk mengusir kesedihan dan kedukaan.

*) Bertawakallah kepada Allah dan serahkan semua perkara kepada-Nya.
Terimalah semua ketentuan-Nya dengan sepenuh hati, berlindunglah
kepada-Nya, dan bergantunglah kepada-Nya karena sesungguhnya Dia cukup
sebagai pelindungmu.

*) Maafkanlah orang yang pernah melakukan kezaliman kepada Anda,
sambunglah tali silaturahmi orang yang memutuskan tali silaturahmi
dengan Anda, berilah orang yang tidak pernah memberi kepada Anda, dan
bersabarlah terhadap orang yang berbuat jahat kepada Anda niscaya Anda
akan memperoleh rasa bahagia dan aman dalam diri anda.

La Tahzan . DR. Aidh Al- Qarni. Hal. 486-487 (edited)

Aku Meminta...

Aku meminta kepada Allah untuk menyingkirkan
penderitaanku.

Allah menjawab, Tidak. Itu bukan untuk Kusingkirkan,
tetapi agar kau mengalahkannya.

Aku meminta kepada Allah untuk menyempurnakan
kecacatanku.

Allah menjawab, Tidak. Jiwa adalah sempurna, badan
hanyalah sementara.

Aku meminta kepada Allah untuk menghadiahkanku
kesabaran.

Allah menjawab, Tidak. Kesabaran adalah hasil dari
kesulitan; itu tidak dihadiahkan, itu harus dipelajari.

Aku meminta kepada Allah untuk memberiku kebahagiaan.

Allah menjawab, Tidak. Aku memberimu berkat. Kebahagiaan
adalah tergantung padamu.

Aku meminta kepada Allah untuk menjauhkan penderitaan.

Allah menjawab, Tidak. Penderitaan menjauhkanmu dari
perhatian duniawi dan membawamu mendekat padaKu.

Aku meminta kepada Allah untuk menumbuhkan rohku.

Allah menjawab, Tidak. Kau harus menumbuhkannya sendiri,
tetapi Aku akan memangkas untuk membuatmu berbuah.

Aku meminta kepada Allah segala hal sehingga aku dapat
menikmati hidup.

Allah menjawab, Tidak. Aku akan memberimu hidup,
sehingga kau dapat menikmati segala hal.

Aku meminta kepada Allah membantuku mengasihi orang
lain, seperti Ia mengasihiku.

Allah menjawab.., akhirnya kau mengerti. HARI INI ADALAH
MILIKMU JANGAN SIA-SIAKAN. Bagi dunia kamu mungkin
hanyalah seseorang, ..

Ya Alloh...

Aku bersyukur bahwa aku belum memiliki semua yg kuiinginkan,
itu memberiku alasan untuk mengejarnya.

Aku bersyukur tidak mengetahui segalanya,
karena itu memberiku kesempatan untuk belajar.

Aku bersyukur Engkau memberiku masa-masa sulit,
karena di masa-masa itulah aku dapat tumbuh dan berkembang.

Aku bersyukur untuk keterbatasanku dan ketidaksempurnaanku,
karena itu memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri.

Aku bersyukur atas semua cobaan dan tantangan,
karena aku yakin itu akan membangun kekuatan dan karakterku.

Aku bersyukur atas rasa sedih, susah, duka dan nestapa, karena
merekalah aku bisa lebih tegar dan bijak.

Aku bersyukur atas segala kesalahan dan kegagalan,
karena mereka memberiku pelajaran yang berharga.

Aku bersyukur atas letih, lelah dan capekku,
karena mereka kawan terbaik usahaku.

Ya Tuhanku, Aku bersyukur Engkau tidak menjadikan segalanya mudah bagiku,
karena disanalah aku dapat menemukan makna hidupku dan lebih mendekatkan diri padaMu.

wa min 'indiLlahi khoir...
Allahummaj 'alna min 'ibadikasy syaakiriin....Aamiin...

Sumber: email dari kx_1180@yahoo.com (b@nds)

Ibunda, Kenapa Engkau Menangis

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya kepada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab, Ibu adalah seorang wanita, Nak". "Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."

Kemudian, anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis? Sepertinya Ibu menangis tanpa ada sebab yang jelas?"Sang ayah menjawab, "Semua wanita memang menangis tanpa ada alasan". Hanya itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.
Lama kemudian, si anak itu tumbuh menjadi remaja dan tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis.

Pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya kepada Tuhan."Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?"Dalam mimpinya, Tuhan menjawab,"Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama.Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga, bahu itu harus cukup nyaman danlembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan, danmengeluarkan bayi dari rahimnya, walau, seringkali pula, ia kerap berulangkali menerima cerca dari anaknya itu.

Kuberikan keperkasaan, yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah, saat semua orang sudah putus asa.

Pada wanita, Kuberikan kesabaran, untuk merawat keluarganya, walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.

Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang, untuk mencintai semua anaknya, dalam kondisi apapun, dan dalam situasi apapun. Walau, tak jarang anak-anaknya itu melukai perasaannya, melukai hatinya. Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada
bayi-bayi yang terkantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya, melalui masa-masa sulit, dan enjadi pelindung baginya. Sebab, bukankah tulang rusuklah yang melindungi setiap hati dan
jantung agar tak terkoyak?Kuberikan kepadanya kebijaksanaan, dan kemampuan untuk
memberikan pengertian dan menyadarkan, bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau, seringkali pula, kebijaksanaan itu akan menguji setiap kesetiaan yang
diberikan kepada suami, agar tetap berdiri, sejajar, saling melengkapi, dan saling menyayangi.

Dan, akhirnya, Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkanperasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapanpun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya, air mata ini adalah air mata kehidupan".

Maka, dekatkanlah diri kita pada sang Ibu kalau beliau masih hidup.

Sumber: http://www.kpppmasatu.go.id/index.php?name=News&file=article&sid=132

Bila Aku Jatuh Cinta


Allahu Rabbi aku minta izin
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Jangan biarkan cinta untuk-Mu berkurang
Hingga membuat lalai akan adanya Engkau

Allahu Rabbi
Aku punya pinta
Bila suatu saat aku jatuh cinta
Penuhilah hatiku dengan bilangan cinta-Mu yang tak terbatas
Biar rasaku pada-Mu tetap utuh

Allahu Rabbi
Izinkanlah bila suatu saat aku jatuh cinta
Pilihkan untukku seseorang yang hatinya penuh dengan
kasih-Mu
dan membuatku semakin mengagumi-Mu

Allahu Rabbi
Bila suatu saat aku jatuh hati
Pertemukanlah kami
Berilah kami kesempatan untuk lebih mendekati cinta-Mu

Allahu Rabbi
Pintaku terakhir adalah seandainya kujatuh hati
Jangan pernah Kau palingkan wajah-Mu dariku
Anugerahkanlah aku cinta-Mu...
Cinta yang tak pernah pupus oleh waktu

Amin !

dudung.net

Saturday, December 31, 2005

Tahun Baru

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Ketika blog ini di update, waktu sudah menunjukkan pukul 20:11 WIB. Sekitar 4 Jam kurang 11 menit lagi, akan memasuki tahun yang baru (Menurut penanggalan Masehi). Suasana di luar, cukup ramai terdengar kendaraan yang berjalan kesana-kemari berbeda dengan hari-hari biasanya. Mungkin mereka sedang/akan mempersiapkan acara malam tahun baru, atau mungkin hanya sekedar lewat atau sudah merupakan kebiasaan. Atau mungkin juga mereka sedang memiliki acara yang kebetulan bertepatan dengan Tahun baru. Bisa saja milad(ulang tahun), walimah, atau pengajian, atau acara-acara lainnya. Walaupun cuaca diluar sedikit gerimis, dan sempat juga hujan cukup deras, tapi hal itu tidaklah menyurutkan semangat mereka untuk merayakan malam tahun baru.

Benarkah kita, sebagai seorang muslim, pada malam tanggal 1 Januari ini merayakan malam tahun baru?. Pada kali ini kita sampaikan suatu artikel yang bersumber dari situs myquran.com tentang tahun baru, Benarkah Kita Ber TAHUN BARU

Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Abdullah Ibnu Nawi Al Kabumaeni (uunboy@gmail.com)

Benarkah Kita Bertahun Baru

Alquran memberikan hal-hal yang logis yaitu yang sesuai dengan pertimbangan dan pemikiran wajar, Ini disebut kan pada berbagai ayat di antara lain pada 3/60. Alquran mengandung pokok keterangan bagi seluruh persoalan, dinyatakan pada ayat 16/89, hanya manusia juga yang belum sesungguhnya dapat mengambil dan memakaikan seluruh keterangannya. Mengenai penanggalan secara spontan Alquran memberikan anjuran sebagai dimaksudkan di bawah ini :


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
9/36. Bahwa bilangan bulan-bulan pada Allah ialah dua belas bulan pada ketetapan Allah atas hari (tatasurya) yang
DIA ciptakan planet dan Bumi. Dari pada bulan-bulan itu ada EMPAT bulan Mulia. Itulah agama yang kukuh,
maka janganlah menzalimi dirimu pada bulan-bulan itu, dan perangilah orang-orang musyrik seluruhnya
sebagaimana mereka memerangi kamu seluruhnya, dan ketahuilah bahwa Allah itu bersama orang-orang yang insyaf.

إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلِّونَهُ عَاماً وَيُحَرِّمُونَهُ عَاماً لِّيُوَاطِؤُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ
اللّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ اللّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
9/37. Bahwasanya pengunduran (dari penanggalan Qamariah) adalah penambahan pada kekafiran,
disesatkan dengannya orang-orang kafir yang menghalalkan suatu musim dan mengharamkannya pada tahun musim
lainnya agar mereka menguasal bilangan yang Allah haramkan, rnaka rnereka menghalalkan apa yang Allah haramkan.
Dihiaskan untuk mereka kejahatan perbuatan mereka, dan Allah tidaklah menunjuki kaum yang kafir.

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُوراً وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
10/5. DIAlah.yang menjadikan Surya itu bernyala dan Bulan itu bersinar, dan DIA tentukan Bulan itu
tempat turunnya (orbitnya) agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan.
Tidaklah Allah ciptakan yang demikian itu kecuali dengan hal yang logis.
DIA jelaskan pertanda-pertanda itu bagi kaum yang berilmu.

إِنَّ فِي اخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللّهُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَّقُونَ
10/6. Bahwa pada pergantian malam dan siang dan apa yang Allah ciptakan di planet-planet
dan di Bumi menjadi pertanda-pertanda bagi kaum yang menginsyafi.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْماً
65/12. Allah yang menciptakan tujuh planet (di atas orbit Bumi) dan dari Bumi persamaannya, planet-planet itu.
Akan simpang siur urusan diantaranya, planet-planet itu, agar kamu mengetahui bahwa Allah menentukan
atas tiap sesuatu (peradaban manusia), dan bahwa Allah itu sungguh menguasai ilmu tiap sesuatunya.


Rangkaian ayat suci di atas ini secara jelas menerangkan bahwa penanggalan yang berlaku dan yang harus dipakai di seluruh kehidupan dalam daerah tatasurya ini adalah penanggalan Qamariah di Bumi. Pergantian musim nyata semakin pendek waktunya, dan kalau orang memakai penanggalan musim pula di Jupiter misalnya maka satu tahun di sana adalah sebelas tahun di Bumi karena selama itu pula masa pergantian musim di planet itu. apalagi kalau di Saturnus yang satu musimnya berlaku selama 29 tahun di Bumi.
Penanggalan Qamariah di Bumi mungkin banyak faedahnya terutama sewaktu telah berlangsung penerbangan antar planet. Satu-satunya planet yang memilik SATU BULAN hanyalah Bumi ini saja maka karenanya praktislah penanggalan Qamariah di Bumi dipakai untuk daerah tatasurya kita ini. Sebentar lagi terwujudlah hubungan antar planet itu sebagai realita dari maksud ayat 10/6 tadi dan sesuai dengan ayat 65/12, karenanya hendaklah orang membiasakan diri dengan maksud ayat 9/36 di atas tadi.

sumber : http://www.myquran.org/forum/showthread.php?t=22602

Sunday, July 03, 2005

Di Balik Kelembutan Suaramu

Banyak wanita di jaman ini yang merelakan dirinya menjadi komoditi. Tidak hanya wajah dan tubuhnya yang menjadi barang dagangan, suaranya pun bisa mendatangkan banyak rupiah

Ukhti Muslimah….
Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai penyiar atau MC karena memang termasuk modal utamanya adalah suara yang indah dan merdu.

Begitu mudahnya wanita tersebut memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Dia telah memperingatkan:
“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda :
“Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).

Suara merupakan bagian dari wanita sehingga suara termasuk aurat, demikian fatwa yang disampaikan Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan dan Asy Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Jibrin sebagaimana dinukil dalam kitab Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah (1/ 431, 434)

Para wanita diwajibkan untuk menjauhi setiap perkara yang dapat mengantarkan kepada fitnah. Apabila ia memperdengarkan suaranya, kemudian dengan itu terfitnahlah kaum lelaki, maka seharusnya ia menghentikan ucapannya. Oleh karena itu para wanita diperintahkan untuk tidak mengeraskan suaranya ketika bertalbiyah1. Ketika mengingatkan imam yang keliru dalam shalatnya, wanita tidak boleh memperdengarkan suaranya dengan ber-tashbih sebagaimana laki-laki, tapi cukup menepukkan tangannya, sebagaimana tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Ucapan tashbih itu untuk laki-laki sedang tepuk tangan untuk wanita”. (HR. Al Bukhari no. 1203 dan Muslim no. 422)

Demikian pula dalam masalah adzan, tidak disyariatkan bagi wanita untuk mengumandangkannya lewat menara-menara masjid karena hal itu melazimkan suara yang keras.

Ketika terpaksa harus berbicara dengan laki-laki dikarenakan ada kebutuhan, wanita dilarang melembutkan dan memerdukan suaranya sebagaimana larangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab di atas. Dia dibolehkan hanya berbicara seperlunya, tanpa berpanjang kata melebihi keperluan semula.

Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah u berkata dalam tafsirnya: “Makna dari ayat ini (Al-Ahzab: 32), ia berbicara dengan laki-laki yang bukan mahramnya tanpa melembutkan suaranya, yakni tidak seperti suaranya ketika berbicara dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/491).

Maksud penyakit dalam ayat ini adalah syahwat (nafsu/keinginan) berzina yang kadang-kadang bertambah kuat dalam hati ketika mendengar suara lembut seorang wanita atau ketika mendengar ucapan sepasang suami istri, atau yang semisalnya.

Suara wanita di radio
dan telepon

Asy Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: “Bolehkah seorang wanita berprofesi sebagai penyiar radio, di mana ia memperdengarkan suaranya kepada laki-laki yang bukan mahramnya? Apakah seorang laki-laki boleh berbicara dengan wanita melalui pesawat telepon atau secara langsung?”
Asy Syaikh menjawab: “Apabila seorang wanita bekerja di stasiun radio maka dapat dipastikan ia akan ikhtilath (bercampur baur) dengan kaum lelaki. Bahkan seringkali ia berdua saja dengan seorang laki-laki di ruang siaran. Yang seperti ini tidak diragukan lagi kemungkaran dan keharamannya. Telah jelas sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Jangan sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita.”

Ikhtilath yang seperti ini selamanya tidak akan dihalalkan. Terlebih lagi seorang wanita yang bekerja sebagai penyiar radio tentunya berusaha untuk menghiasi suaranya agar dapat memikat dan menarik. Yang demikian inipun merupakan bencana yang wajib dihindari disebabkan akan timbulnya fitnah.

Adapun mendengar suara wanita melalui telepon maka hal tersebut tidaklah mengapa dan tidak dilarang untuk berbicara dengan wanita melalui telepon. Yang tidak diperbolehkan adalah berlezat-lezat (menikmati) suara tersebut atau terus-menerus berbincang-bincang dengan wanita karena ingin menikmati suaranya. Seperti inilah yang diharamkan. Namun bila hanya sekedar memberi kabar atau meminta fatwa mengenai suatu permasalahan tertentu, atau tujuan lain yang semisalnya, maka hal ini diperbolehkan. Akan tetapi apabila timbul sikap-sikap lunak dan lemah-lembut, maka bergeser menjadi haram. Walaupun seandainya tidak terjadi yang demikian ini, namun tanpa sepengetahuan si wanita, laki-laki yang mengajaknya bicara ternyata menikmati dan berlezat-lezat dengan suaranya, maka haram bagi laki-laki tersebut dan wanita itu tidak boleh melanjutkan pembicaraannya seketika ia menyadarinya.

Sedangkan mengajak bicara wanita secara langsung maka tidak menjadi masalah, dengan syarat wanita tersebut berhijab dan aman dari fitnah. Misalnya wanita yang diajak bicara itu adalah orang yang telah dikenalnya, seperti istri saudara laki-lakinya (kakak/adik ipar), atau anak perempuan pamannya dan yang semisal mereka.” (Fatawa Al Mar‘ah Al Muslimah, 1/433-434).

Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin menambahkan dalam fatwanya tentang permasalahan ini: “Wajib bagi wanita untuk bicara seperlunya melalui telepon, sama saja apakah dia yang memulai menelepon atau ia hanya menjawab orang yang menghubunginya lewat telepon, karena ia dalam keadaan terpaksa dan ada faidah yang didapatkan bagi kedua belah pihak di mana keperluan bisa tersampaikan padahal tempat saling berjauhan dan terjaga dari pembicaraan yang mendalam di luar kebutuhan dan terjaga dari perkara yang menyebabkan bergeloranya syahwat salah satu dari kedua belah pihak. Namun yang lebih utama adalah meninggalkan hal tersebut kecuali pada keadaan yang sangat mendesak.” (Fatawa Al Mar`ah, 1/435)

Laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya

Kenyataan yang ada di sekitar kita, bila seorang laki-laki telah meminang seorang wanita, keduanya menilai hubungan mereka telah teranggap setengah resmi sehingga apa yang sebelumnya tidak diperkenankan sekarang dibolehkan. Contoh yang paling mudah adalah masalah pembicaraan antara keduanya secara langsung ataupun lewat telepon. Si wanita memperdengarkan suaranya dengan mendayu-dayu karena menganggap sedang berbincang dengan calon suaminya, orang yang bakal menjadi kekasih hatinya. Pihak laki-laki juga demikian, menyapa dengan penuh kelembutan untuk menunjukkan dia adalah seorang laki-laki yang penuh kasih sayang. Tapi sebenarnya bagaimana timbangan syariat dalam permasalahan ini?

Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjawab:” Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya (di-khitbah-nya), apabila memang pinangannya (khitbah) telah diterima. Dan pembicaraan itu dilakukan untuk saling memberikan pengertian, sebatas kebutuhan dan tidak ada fitnah di dalamnya. Namun bila keperluan yang ada disampaikan lewat wali si wanita maka itu lebih baik dan lebih jauh dari fitnah. Adapun pembicaraan antara laki-laki dan wanita, antara pemuda dan pemudi, sekedar perkenalan (ta‘aruf) –kata mereka- sementara belum ada khithbah di antara mereka, maka ini perbuatan yang mungkar dan haram, mengajak kepada fitnah dan menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:
“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al-Ahzab: 32) (Fatawa Al Mar‘ah, 2/605) ?

(Disusun dan dikumpulkan dari fatwa Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan dan Asy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin
oleh Ummu Ishaq Al Atsariyah dan Ummu ‘Affan Nafisah bintu Abi Salim).

Monday, June 27, 2005

Persatuan Hakiki adalah Kesepakatan Mengikuti Jejak Para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

Persatuan merupakan satu landasan penting untuk membangun kehidupan yang istiqamah di atas jalan Allah k. Tapi sungguh sayang, kalimat benar dan mulia ini banyak dipergunakan secara keliru oleh berbagai gerakan (firqah/kelompok) yang dilandasi oleh berbagai ambisi dan hawa nafsu. Mereka menggunakan kalimat tersebut untuk bersembunyi di balik nama perjuangan Islam, namun hakikat tujuan mereka yang sebenarnya adalah untuk meraup keuntungan duniawi. Yang lebih tragis, ulah mereka ini banyak menimbulkan perpecahan kaum muslimin di mana-mana.
Seruan persatuan atas nama Islam namun didasari oleh kebatilan sudah berlangsung sejak dulu. Di masa Rasulullah n, orang-orang musyrikin jahiliyah pernah menawarkan kepada beliau ajaran sinkretisme, yaitu persatuan dalam praktek ibadah antara kaum musyrikin dengan kaum muslimin. (Sirah Ibnu Hisyam, 1/334)
Di Mesir, muncul gerakan persatuan agama samawi, sebagaimana yang diserukan oleh Hasan Al-Banna. (Da’watul Ikhwan fil Mizan hal. 156). Para politikus dari kalangan Ikhwanul Muslimin menjadikan kalimat persatuan sebagai pilar untuk menyatukan berbagai elemen yang ada di tubuh kaum muslimin, yang mereka gunakan sebagai batu loncatan untuk meraih kekuasaan.
Berlandaskan “ikramul muslim”, kelompok Jamaah Tabligh membangun persaudaraan dengan berbagai firqah dan gerakan sebagai sarana untuk menebarkan “kebodohan.” (Jama’ah Tabligh Ta’rifuha ‘Aqaiduha hal. 402)
Firqah Sururiyah dengan syubhat “inshaf” (prinsip yang mengharuskan menyebut kebaikan seseorang yang dikritik karena melakukan penyimpangan dalam agama. Prinsip ini merupakan kaidah yang baru/bid’ah), menebarkan faham yang melumpuhkan al-wala` wal bara`. (Manhaju Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Naqdir Rijal hal. 55)
Di tahun 1965 muncul fatwa dari sebagaian “ulama” di Indonesia yang membolehkan kaum muslimin membangun kerjasama dengan kaum komunis/Nasakom. (Membahas Khilafiyah hal. 157)
JIL (Jaringan Islam Liberal) yang digembongi Ulil Abshar meracuni kaum Muslimin dengan label persatuan agama samawi. (Majalah Asy-Syari’ah edisi 10 hal. 22)
Semua bentuk persatuan di atas merupakan kepanjangan tangan dari gerakan teologi pluralis yang selalu ditawarkan musuh-musuh Allah kepada umat Islam sebagai pisau bunuh diri dalam setiap masa. Sejenak mari kita simak uraian berikut ini.
Perpecahan yang mengerikan telah menimpa umat yang terdahulu sehingga mereka mendapatkan kehancuran. Allah k berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang berpecah dan berselisih setelah datang keterangan kepada mereka dan bagi mereka adzab yang besar.” (Al-Imran: 105)
Ibnu Katsir berkata (dalam menafsirkan ayat di atas): “Allah tabaaraka wa ta’ala melarang umat ini untuk menyerupai umat terdahulu dalam perpecahan dan perselisihan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/390)
Perpecahan merupakan sarana bagi setan untuk membelenggu kaum muslimin agar selalu tercabik-cabik dalam permusuhan dan perpecahan, sehingga dalam banyak ayat Allah k melarang kaum muslimin untuk berpecah belah. Di antaranya dalam ayat berikut, yang artinya:
“Berpeganglah kalian seluruhnya dengan tali Allah dan jangan berpecah belah.” (Ali ‘Imran: 103)
Ibnu Katsir t berkata: “Telah diperintahkan kepada mereka (kaum muslimin) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/389)
Abu Ja’far At-Thabari t berkata: “Yang dimaksud oleh Allah k dari ayat tersebut adalah: Berpeganglah kalian dengan agama Allah k yang telah Dia perintahkan kepada kalian, dan dengan janji-Nya yang telah diambil atas kalian di dalam Kitab-Nya, yaitu berkumpul di atas kalimat yang benar dan berserah kepada kalimat Allah k.” (Tafsir Ath-Thabari, 3/378)
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka.” (Al-An’am: 159)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Rasulullah n tidak bertanggung jawab (berlepas diri) dari semua yang memisahkan dari agama Allah k atau yang menyelisihinya. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/200)
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama dan apa yang telah di wasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)
Ibnu Katsir t berkata: “Allah telah mewasiatkan kepada seluruh nabi ‘alaihish shalatu was salam untuk bersatu dan berjamaah serta melarang mereka dari perpecahan dan ikhtilaf.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/109)
Al-Imam Asy-Syaukani t berkata: “Janganlah kalian berpecah belah dalam perkara tauhid, dalam keimanan kepada Allah, ketaatan kepada Rasul-Nya, dan dalam menerima risalahnya.” (Fathul Qadir, 4/694)
“Janganlah kalian menjadi golongan orang-orang musyrik yaitu dari orang-orang yang memecah belah agamanya menjadi berpartai-partai dan masing-masing partai mearasa bangga dengan yang ada pada mereka.” (Ar-Rum: 31-32)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di t berkata: “Di sini ada peringatan bagi kaum Muslimin dari perselesihan, perpecahan sehingga berkubu-kubu, setiap golongan fanatik dengan apa yang dimiliki baik yang haq dan batil, sehingga dengannya mereka menyerupai orang-orang musyrik dalam berpecah belah. Ingat, agama adalah satu, Rasul yang satu, dan sesembahan yang satu.” (Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan hal. 590)
Ibnul Qayyim t berkata: “Termasuk seruan jahiliyah adalah menyeru untuk fanatik kepada kesukuan atau fanatisme kepada tokoh tertentu. Termasuk juga fanatisme dengan madzhab, partai-partai, masyayikh, atau mendahulukan hawa nafsu dan kesukuan dalam pembelaan terhadap segolongan orang bahkan menisbatkan diri kepadanya serta menyeru kepadanya (nafsu dan kesukuan). Demikian pula saat dia memberikan loyalitas atau permusuhan dan mengukur manusia dengannya. Ini semua merupakan seruan jahiliyah.” (Taisirul ‘Azizil Hamid hal. 350)
“Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan umat yang satu tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang dirahmati Rabbmu.” (Hud: 118-119)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di t berkata: “Allah mengabarkan, jikalau Dia menghendaki niscaya seluruh manusia akan dijadikan satu dalam keutuhan agama Islam karena kehendak-Nya tidak terbatasi dan tidak ada sesuatu apapun yang bisa menghalangi-Nya. Tetapi tetap dengan hikmah-Nya mereka (manusia) berselisih, menyelisihi jalan yang lurus, dan mengikuti jalan-jalan yang menjerumuskan ke an-naar (neraka). Masing-masing dari mereka menyatakan: ‘Kami berkata yang benar dan yang lainnya salah.’ Dan Allah membimbing (untuk sebagian umat) kepada ilmu tentang al-haq, kemampuan beramal dengannya dan persatuan, sehingga mereka merasakan kedamaian sejak dini yang kemudian teriringi dengan pertolongan dan taufiq dari Allah k. Adapun yang lainnya adalah umat yang terhinakan dan berjalan dengan diri mereka sendiri.” (Taisirul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Mannan hal. 348)
Ibnu Katsir t berkata: “Orang-orang yang dirahmati adalah para pengikut para rasul yang selalu berpegang teguh dengan apa yang diperintahkan agama dan diperintahkan para rasul.” (Tafsir Ibnu Katsir: 481)
Qatadah berkata: “Orang-orang yang dirahmati Allah adalah Ahlul Jama’ah walaupun negeri dan keberadaan mereka berjauhan, sedangkan pelaku kemaksiatan kepada Allah adalah Ahlul Furqah, walaupun negeri dan keberadaan mereka bersatu.” (Tafsir Ibnu Katsir: 482)
Diriwayatkan dari Mu’awiyah z bahwa Rasulullah n bersabda yang artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah terpecah belah menjadi 72 firqah dan sungguh akan terpecah umat ini menjadi 73 firqah.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad, 4/102, Abu Dawud dalam As-Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597 dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 204)
Rasulullah n bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya Allah meridhai bagi kalian tiga (perkara) dan membenci bagi kalian tiga perkara: Meridhai bagi kalian untuk hanya beribadah kepada-Nya, jangan kalian sekutukan Dia dengan sesuatu apapun, dan kalian semua berpegang teguh kepada tali Allah dan jangan kalian berpecah belah...” (HR. Muslim Bab An-Nahyu ‘an Katsratil Masail no. 1715)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Berpegang teguh dengan tali Allah adalah berpegang dengan apa yang telah dibawa Rasulullah: Al Qur`an, As Sunnah, dan yang mencakup semua bimbingan Rasulullah n berupa perkara akidah, ibadah, akhlak, muamalah. Tidak boleh bagi seorang muslim baik secara pribadi ataupun golongan/masyarakat muslimin, atau suatu negeri muslim dari rakyat dan pemerintah, untuk keluar dari perkara ushuluddin atau furu’nya. Akan tetapi wajib bagi umat untuk beriman dan berpegang teguh secara menyeluruh dengan apa yang telah dibawa oleh penutup para nabi dan pemimpin para rasul, serta selalu mendahulukan bimbingan (ajaran nabi) dari semua ucapan dan bimbingan yang lainnya.” (Mudzakkiratul Hadits An-Nabawi hal. 39)
Tunduk dan taat di atas al-haq merupakan landasan persatuan yang hakiki. Allah k berfirman yang artinya:
“Dan patuhlah kalian semua kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berselisih sehingga kalian akan melemah dan pudar kekuatan kalian dan bersabarlah sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Agama (Islam) adalah satu, yaitu apa yang telah dibawa oleh Rasulullah n. Tidak bisa dipecah menjadi beberapa sekte atau madzhab. Bahkan agama (kebenaran) adalah satu dan datang dari Allah, yang telah dibawa oleh Rasulullah n dan apa yang beliau tinggalkan kepada umatnya. Yaitu beliau tinggalkan umatnya di atas kemurnian (kejelasan). Malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyeleweng darinya kecuali akan binasa.” (Lamhah ‘Anil Firaq Ad-Dhallah hal. 10)
Abul Qasim Al-Ashbahani berkata: “Allah telah memerintahkan kepada kalian untuk menjadi orang yang mengikuti (taat), mendengar, dan patuh. Seandainya umat dibebaskan dengan akalnya, qias, dan hawa nafsunya dalam memahami tauhid dan mencari keimanan, sungguh mereka akan sesat.” (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah hal. 141)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Sungguh jelas bahwa sebab persatuan dan keutuhan adalah mengumpulkan (menerima) semua bagian agama dan mengamalkanya secara keseluruhan. Hal itu merupakan bentuk ibadah kepada Allah yang Esa tidak ada sekutu baginya, yang diwujudkan secara lahir dan batin sebagaimana yang telah diperintahkan. Dan faedah dari berjamaah adalah tercurahkannya rahmat Allah, keridhaan-Nya, keselamatan, kebahagiaan dunia dan akhirat, muka yang putih/cemerlang. Adapun buah dari perpecahan adalah adzab Allah, laknat, muka yang hitam dan berlepasdirinya Rasulullah  darinya.” (Majmu’ Fatawa, 1/17)
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam berkata: “Berpegang teguh dengan Kitabullah sesuai dengan apa yang Allah inginkan (bisa) terealisasikan dalam tiga perkara:
1. Menerima ayat-ayat Al Qur`an Al-Karim dan hadits-hadits Rasulullah n yang shahih dengan penuh kejujuran secara lahir dan batin tanpa ada keraguan sedikitpun dalam menerima perkara itu. Sikap penerimaan ini harus tegak di atas keyakinan yang kokoh bahwa Al Qur`anul Karim dan As Sunnah yang suci terjaga dengan penjagaan dari Yang Maha mengetahui perkara ghaib. Allah  berfirman yang artinya:
“Sungguh telah Kami turunkan Ad-Dzikr dan sungguh Kami akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9)
2. Memahami Al Qur`an dan As Sunnah di atas pemahaman para shahabat dan siapa saja yang selalu mengikuti mereka dengan baik. Sungguh tidak ada keselamatan dari penyelewengan/kesesatan dalam memahami Al Qur`an dan As Sunnah kecuali dengan cara ini. Kebanyakan firqah-firqah yang menyeleweng dari jalan Allah disebabkan tidak adanya penyandaran kepada pemahaman para Salafush Shalih. Dan Ahlus Sunnah adalah umat yang paling bahagia dengan pemahaman para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik.
3. Beramal dengan Al Qur`anul Karim dan As Sunnah yang suci secara lahir dan batin sebagaimana yang telah diamalkan para shahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik. (Al-Qaulul Hasan fi Ma’rifatil Fitan hal. 21-22)
Berjamaah dengan generasi pertama merupakan dasar persatuan yang hakiki karena para shahabat merupakan pemimpin bagi umat yang setelahnya dalam beragama. ‘Abbad bin ‘Abbad t berkata: “Al Qur`an adalah imam Rasulullah n, dan Rasulullah n adalah pemimpin bagi para shahabatnya, dan shahabat-shahabat beliau adalah pemimpin bagi umat yang setelahnya.” (Min Washaya Salaf hal. 28).
‘Umar bin Abdul ‘Aziz t berkata: “Sungguh Rasulullah n dan para shahabatnya telah memberikan bimbingan. Barangsiapa yang mengambilnya maka hal itu adalah suatu sikap membenarkan Kitabullah, penyempurnaan ketaatan, dan sebuah ketegaran dalam beragama. Barang siapa mengambil petunjuk dengannya sungguh dia akan terbimbing dan barangsiapa menolongnya maka dia akan ditolong. Siapa yang menyelisihinya serta mengikuti selain dari jalan orang-orang yang beriman (para shahabat) maka Allah akan palingkan dia sebagaimana dia telah berpaling dan akan masukkan dia ke jahannam sebagai tempat kembali yang paling jelek.” (Min Washaya Salaf hal. 84-85)
Allah k berfirman yang artinya:
“Dan barangsiapa yang menentang Ar-Rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang mukminin niscaya dia Kami palingkan sebagaimana dia telah berpaling dan akan Kami masukkan dia ke neraka jahannam sebagai sejelek-jelek tempat kembali.” (An-Nisa`: 115)
Abu Muhammad Abdullah bin Abi Zaid Al-Qairuwani berkata: “Bimbingan As Sunnah harus diterima dengan tidak membenturkannya dengan pikiran (akal) atau melawannya dengan qiyas. Kita harus menafsirkan dengan apa yang telah ditafsirkan para Salafush Shalih, beramal dengan apa yang telah mereka amalkan, meninggalkan apa yang telah ditinggalkannya, dan menahan diri dari apa yang mereka diam, mengikuti mereka pada apa yang telah mereka terangkan, menjadikan mereka sebagai qudwah dalam pemahaman dari apa yang telah mereka alami, dan kita tidak keluar dari jamaah mereka dalam perselisihan atau penafsiran.” (Al-Intishar li Ahlil Hadits hal. 87)
Ibnu Abi Zamanin berkata: “Sesungguhnya As Sunnah adalah penjelas Al Quran dan As Sunnah tidak dapat diraih sekedar dengan qiyas dan akal, akan tetapi diraih dengan ittiba’ (meneladani) kepada para imam dan apa yang sebagian besar dari umat ini telah berjalan di atasnya. Allah k telah menyebut dan memuji segolongan umat dengan firman-Nya:
“Berilah kabar gembira para hamba-Ku yang mendengarkan suatu ucapan kemudian mengikuti apa yang terbaik. Mereka adalah orang-orang yang telah diberi petunjuk Allah dan mereka adalah orang-orang yang memiliki akal.” (Az-Zumar: 18)
Dan Allah k memerintahkan hambanya dengan firman-Nya yang artinya:
“Ini merupakan jalan-Ku yang lurus maka ikutlah dan janganlah kalian mengikuti berbagai jalan, niscaya kalian akan berpecah dari jalan-Nya, hal itu merupakan wasiat bagi kalian semoga kalian bertaqwa.” (Al-An’am: 153) (Ushulus Sunnah karya Ibnu Abi Zamanin hal. 35)
Al-Imam Al-Ashbahani berkata saat menerangkan posisi shahabat dalam berjamaah (bersatu): “Barangsiapa menyelisihi para shahabat Rasulullah dalam suatu perkara agama maka sungguh dia akan sesat.” (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah, 2/440)
Al-Imam Al-Barbahari t berkata: “Asas ditegakkannya jamaah adalah para shahabat Nabi Muhammad -semoga Allah merahmati mereka semua- dan mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Maka barangsiapa yang tidak mengambil dari mereka maka sungguh telah sesat dan berbuat bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan dan pelakunya tempatnya adalah neraka.” (Syarhus Sunnah hal. 68)
Berjamaah dengan pemahaman para shahabat merupakan asas persatuan yang harus dijaga. Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam berkata: “Sesungguhnya Ahlus Sunnah merasakan kedamaian yang sejuk di hati mereka, hal ini disebabkan jelas dan kokohnya kebenaran di dalam hati mereka. Karena sesungguhnya lafadz As Sunnah memberikan makna keharusan beramal dengan apa yang telah dibawa Rasulullah n yaitu Al Qur`an dan As Sunnah. Adapun lafadz al-jamaah maknanya adalah bersatu di atas al-haq, mengamalkannya dan berjalan di atas jejak salaf.” (Al-Qaulul Hasan fi Ma’rifatil Fitan hal. 12)
Asy-Syaikh Shalih bin Abdil Aziz Alusy-Syaikh berkata: “Merupakan suatu kewajiban untuk kita berpegang teguh dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah, berpegang dengan ucapan-ucapan mereka, tidak keluar dari landasan-landasan, ketentuan-ketentuan dan dari apa-apa yang telah ditetapkan dari para ulama, karena mereka mengetahui landasan-landasan Ahlus Sunnah wal Jamaah, dalil-dalil syariah yang tidak diketahui kebanyakan dari umat manusia bahkan juga mereka yang menisbatkan dirinya sebagai ulama. Hal ini dikarenakan mantapnya ilmu mereka, sisi pandang yang tepat, dan kokoh di atas ilmu.” (Adh-Dhawabith Asy-Syar’iyyah Limauqifil Muslim Minal Fitan hal. 27)
Rasulullah n bahkan berwasiat untuk memegangi petunjuk para shahabat:
“Hendaknya kalian pegangi sunnahku dan sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin, gigitlah dia dengan gigi gerahammu dan hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan sungguh setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Ahmad, 4/126, At-Tirmidzi no. 2676, Abu Dawud no. 4607, Ibnu Majah no. 34)
Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin t berkata: “Yang dimaksud dengan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin adalah mereka yang mewarisi ilmu yang bermanfaat dan amalan yang baik. Dan umat yang paling berhak dengan sifat ini adalah para shahabat yang Allah meridhai mereka. Sungguh Allah telah memilih mereka untuk menyertai Nabi-Nya dalam menegakkan agama. Dan tidaklah Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana memilih untuk menyertai Nabi-Nya kecuali umat yang paling sempurna keimanannya, paling benar akalnya, paling lurus amalannya, paling kuat tekadnya, paling lurus jalan mereka. Sungguh mereka adalah umat yang paling berhak untuk diikuti setelah Nabi dan juga para imam yang mengetahui petunjuk dan kebaikan.” (Fathur Rabbil Bariyyah bi Talkhisil Hamawiyyah hal. 8)
Menjauh dari pemahaman para shahabat merupakan tindakan memecah persatuan sebagaimana yang dijelaskan Al-Imam Al-Barbahari: “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu! Sesungguhnya tidak sempurna Islam seseorang sehingga dia menjadi orang yang muttabi’ (meneladani), membenarkan, menyerahkan/yakin. Maka barangsiapa menganggap bahwa masih ada urusan agama yang tidak disampaikan para shahabat Rasulullah kepada kita, sungguh dia telah menuduh mereka dengan kedustaan. Dan cukup apa yang dia lakukan sebagai suatu sikap memisahkan diri dan menikam mereka, maka dia telah berbuat bid’ah, sesat, menyesatkan, membikin suatu perkara yang baru dalam agama yang bukan darinya.” (Syarhus Sunnah hal. 70)
Persatuan yang dilandasi dengan kesatuan akidah, manhaj, akhlak serta kemurnian syariah merupakan rahmat Allah. Adapun perpecahan adalah adzab. Rasulullah n bersabda, yang artinya:
“Wajib bagi kalian berjamaah dan hati-hati dari perpecahan. Sesungguhnya setan bersama orang yang menyendiri dan dia akan lebih jauh apabila (kalian) berdua.” (HR. Ahmad, 1/18, At-Tirmidzi no. 2165, An-Nasa`i dalam Sunanul Kubra no. 9219. Dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan Asy-Syaikh Ahmad Syakir (dinukil dari Al-Wardul Maqthuf, hal. 142), ed)
Dari Ibnu ‘Abbas c, Rasulullah n bersabda:
“Tangan Allah bersama jamaah.” (HR. At-Tirmidzi no. 2127, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah hal. 40 (diambil dari Al-Wardul Maqthuf, hal. 142), ed)
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan berkata: “Rasulullah n memerintahkan kita untuk bersatu di atas Al Kitab dan As Sunnah serta melarang kita dari perpecahan dan perselisihan. Karena dalam persatuan di atas Al Kitab dan As Sunnah terdapat kebaikan yang akan didapatkan baik sekarang atau di masa yang akan datang, dan di dalam perpecahan terdapat kerusakan baik sekarang atau di masa yang akan datang.
Hal ini membutuhkan perhatian yang besar karena dengan berjalannya waktu, perpecahan, seruan-seruan, sempalan-sempalan sesat, madzhab-madzhab, jamaah-jamaah yang saling berpecah belah akan semakin banyak. Sehingga wajib atas seorang muslim untuk hati-hati. Apa yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah harus diambil dari yang menyerukan, siapun dia karena al-haq merupakan sesuatu yang dicari seorang mukmin.
Adapun yang menyelisihi apa yang ada dari Rasulullah n maka tinggalkan dia walaupun itu ada pada jamaahnya atau berada pada orang yang berloyalitas kepadanya, selama dia menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah. Karena tentunya manusia menginginkan keselamatan dan tidak menginginkan kebinasaan dan kehancuran untuk dirinya. Tidak perlu dalam masalah seperti ini untuk berbasa-basi, karena permasalahannya adalah antara jannah (surga) dan an-naar.
Manusia tidak perlu berbasa-basi, bersikap fanatik, dan membela hawa nafsu dalam menghadapi selain Ahlus Sunnah wal Jamaah. Karena hal itu akan bermudharat terhadap dirinya bahkan akan mengeluarkannya dari jalan keselamatan menuju jalan kebinasaan. Tidak akan berbahaya bagi Ahlus Sunnah wal Jamaah siapa saja yang menyelisihinya, baik saat engkau bersama mereka atau saat engkau menyelisihinya. Saat mereka bisa bersamamu maka segala puji bagi Allah, niscaya mereka akan bersuka cita dengannya, berarti mereka menginginkan kebaikan untuk umat manusia. Tetapi saat engkau menyelisihinya sungguh engkau tidak berbuat jahat kepadanya mereka. Oleh sebab itu Rasulullah  bersabda yang artinya:
“Terus akan ada segolongan dari umatku yang selalu menang di atas kebenaran, tidak bermudharat bagi mereka orang-orang yang ingin menghinakannya, hingga datang ketentuan dari Allah maka mereka tetap seperti itu.” (HR. Muslim no. 1920, Abu Dawud no. 4252, Ahmad, 5/109)
Sungguh seorang yang menyelisihi (kebenaran) hanya berakibat kebinasaan terhadap diri sendiri. Dan bukanlah kebenaran diukur dari banyaknya orang, namun diukur dari kecocokan terhadap al-haq, walaupun yang berada di atasnya hanya segelintir orang. Bahkan walaupun di suatu masa tidak ada umat manusia yang mengikutinya kecuali satu orang, maka tetap dia dikatakan di atas al-haq dan dia berjamaah.” (Lamhah ‘Anil Firaq Adh-Dhallah hal. 24-25)
Hal ini sebagaimana yang diucapkan oleh Ibnu Mas’ud: “Al-Jamaah adalah yang mencocoki al-haq walaupun engkau sendiri.” (Ighatsatul Lahfan, 1/70)
Menjaga persatuan dalam semua aspek kehidupan dengan batasan dan ketentuan Al Qur`an dan As Sunnah yang dibangun di atas pemahaman salaf merupakan kewajiban bagi Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan hal ini terwujudkan dengan:
1. Membangun persatuan dengan hanya mengharap wajah Allah. Allah berfirman yang artinya:
“Tidaklah mereka diperintahkan kecuali supaya memurnikan agama bagi-Nya.” (Al-Bayyinah: 5)
2. Memegangi tali Allah. Allah berfirman yang artinya:
“Berpeganglah kalian semua kepada tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai.” (Ali ‘Imran: 103)
Rasulullah n bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya aku meninggalkan dua perkara yang berat pada kalian, salah satunya Kitabullah k dan dia adalah tali Allah. Barangsiapa mengikutinya dia berada di atas hidayah dan barangsiapa yang meninggalkannya ia di atas kesesatan.” (Lihat Ash-Shahihah no. 2024 dan Shahihul Jami’ no. 4472)
3. Mengusung dan membela pemahaman para shahabat.
Ibnu Mas’ud z berkata: “Barangsiapa ingin mengambil uswah maka hendaknya mengambil uswah dari para shahabat Rasulullah n. Mereka adalah umat yang paling bersih hatinya, paling dalam ilmunya, tidak suka membebani diri, mendapatkan petunjuk yang paling lurus, dan memiliki kondisi yang paling mulia. Suatu kaum yang telah Allah pilih untuk menyertai Nabi-Nya, dan menegakkan agamanya. Ketahuilah kemuliaan mereka dan ikuti jalan-jalan mereka. Sungguh mereka berada di atas petunjuk yang lurus.” (Jami’ Bayanil ‘Ilm wa Fadhlihi, 2/97)
4. Membela dan menjaga kehormatan para Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Allah k berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (Fathir: 28)
“Bertanyalah kalian kepada ahludz-dzikr apabila kalian tidak mengetahui.” (Al-Anbiya`: 7)
“Katakanlah: apakah sama antara mereka yang berilmu dan mereka yang tidak berilmu?” (Az-Zumar: 9)
Al-Imam Al-Barbahari t berkata: “Hendaknya kalian berpegang teguh dengan atsar-atsar dan para ulamanya. Bertanyalah kepada mereka dan duduklah bersama mereka, serta raih ilmu dari mereka.” (Syarhus Sunnah hal. 111)
Beliau juga berkata: “Takutlah kepada Allah! Takutlah kepada Allah dalam dirimu! Hendaknya kamu berpegang dengan atsar dan dan para ulamanya, hendaknya kalian mengikuti. Sesungguhnya agama itu dengan mengikuti (ittiba’).” (Syarhus Sunnah hal. 128)
Salamah bin Sa’id berkata: “Para ulama adalah lentera yang dengannya umat akan mencari secercah cahaya.” (Sallus Suyuf wal Asinnah hal. 68)
5. Menjaga jama’atul muslimin dan imam mereka. Rasulullah n bersabda:
“Barangsiapa menginginkan bagian tengah dari jannah maka hendaknya ia berpegang dengan jamaah.” (HR. Ahmad, 1/18)
6. Berkumpul di bawah satu amir (pemimpin). Rasulullah n bersabda:
“Barangsiapa taat kepadaku sungguh dia telah taat kepada Allah dan barangsiapa bermaksiat kepadaku sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa patuh kepada amir sungguh dia telah patuh kepadaku dan barangsiapa bermaksiat kepada amir maka sungguh dia telah bermaksiat kepadaku.” (HR Muslim,Syarah Shahih Muslim, 12/223)
Rasulullah n bersabda:
“Penguasa adalah naungan Allah di bumi, barangsiapa memuliakannya maka sungguh dia telah memuliakan Allah dan barang siapa menghinakannya maka sungguh Allah akan menghinakannya.” (Hasan, HR Ibnu Abi Ashim lihat Silsilah Ash-Shahihah, 5/376)
Adapun ketaatan kita tentunya dalam perkara yang baik. Rasulullah n bersabda:
“Mendengar dan patuh merupakan kewajiban baik dalam perkara yang disukai atau dibenci, selama tidak diperintahkan dalam kemaksiatan dan apabila diperintahkan dengan kemaksiatan maka tidak didengarkan dan jangan dipatuhi.” (Fathul Bari, 13/121)
Umat dahulu selalu terpecah, karena sikap dan perilaku mereka yang menjauh dari ittiba’ (tunduk untuk meneladani). Berikut ini beberapa sebab perpecahan yang harus dijauhkan dalam kehidupan Muslimin:
1. Mengikuti hawa nafsu.
Mengikuti hawa nafsu merupakan sumber bencana yang akan menyeret dalam berbagai noda kehidupan. Allah k berfirman yang artinya:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya menjadi sesembahan dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutup di atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberikannya petunjuk sesudah Allah, tidakkah kalian mengingat.” (Al-Jatsiyah: 23)
Ikrimah t berkata: “(Makna ayat ini adalah) menyembah apa yang diinginkan hawa nafusnya atau yang dianggap baik. Apabila dia sudah menganggap baik (hawa nafsunya-ed) maka sungguh dia telah mengambil sebagai sesembahan.” (Fathul Qadir, 5/11)
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah.” (Al-Qashash: 50)
“Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Shad: 26)
Rasulullah n bahkan berlindung dari kemungkaran hawa nafsu:
“Ya Allah, jauhkan kami dari kemungkaran akhlak, hawa nafsu, dan penyakit.” (As-Sunnah, Ibnu Abi ‘Ashim: 12)
Ibnu ‘Abbas c berkata: “Setiap hawa nafsu adalah sesat.” (Syarhu Ushulil I’tiqad, 1/130 karya Al-Lalikai)
Abul ‘Aliyah berkata: “Aku tidak tahu mana anugrah yang lebih besar bagiku, apakah saat aku dibimbing Allah dari kesyirikan menuju Islam ataukah ketika Allah menjaga keislamanku dari berbagai hawa nafsu?” (Syarhu Ushulil I’tiqad, 1/131 karya Al-Lalikai)
Al-Imam Al-Barbahari t berkata: “Semua hawa nafsu adalah jelek dan akan menyeru kepada pemberontakan.” (Syarhus Sunnah no. 135 hal. 122)
Al-Imam Asy-Syathibi berkata: “Mengikuti hawa nafsu adalah sikap menyeleweng dari Shirathil Mustaqim.” (Al-I’tisham: 401)
2. Kebodohan/jahil dalam memahami kandungan makna Al Qur`an, As Sunnah, atsar-atsar para shahabat, atsar tabi’in, dan atsar para ulama Ahlus Sunnah yang diikuti tanpa difahaminya kaidah-kaidah fiqhiyyah yang akan menyempurnakan ilmu mereka. Juga minimnya ilmu ushul fiqih, al-’amm, al-khash, al-muthlaq, al-muqayyad, an-nasikh wal mansukh, al-manthuq, al-mafhum, asbaabun nuzul, dll. (Sallus Suyuf hal. 111)
Perkara ini akan menjebak mereka sehingga terjatuh dalam berbagai pemahaman yang batil, bahkan membangun keyakinan di atas prasangka (dugaan).
Allah k berfirma, yang artinya:
“Sesungguhnya dia (setan) menyuruh kalian berbuat jelek dan keji, dan kalian berkata atas nama Allah dengan tanpa ilmu.” (Al-Baqarah: 169)
“Dan janganlah kamu berkata dengan tanpa ilmu.” (Al-Isra: 36)
Al-Imam Al-Auza’i t berkata: “Ilmu adalah apa yang telah datang dari shahabat-shahabat Nabi Muhammad n. Dan sesuatu yang tidak datang dari mereka bukan dinamakan ilmu.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, 1/29)
Sungguh suatu pribadi yang mulia dan sikap kehati-hatian yang tinggi saat Rasulullah n berkata:
“Sesungguhnya aku adalah manusia, apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu perkara agama maka ambillah. Dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu yang itu adalah hasil pikiranku maka ketahuilah bahwa aku adalah manusia.” ( Shahih, HR. Muslim no. 2326 dalam Kitab Al-Fadha`il)
‘Umar bin Al-Khaththab z berkata: “Hati-hati kalian dari ashhabur ra`yi (pengagum akal). Sesungguhnya mereka adalah musuh-musuh As Sunnah. Mereka tidak mampu/lemah untuk menghafal hadits-hadits, sehingga mereka berkata dengan akal. Sesatlah mereka dan menyesatkan.” (Ushulus Sunnah karya Ibnu Abi Zamanin hal. 25 dan Al-Lalikai dalam Syarh Ushululil I’tiqad, 1/123)
Ibnu Mas’ud z berkata: “Telah pergi (hilang) para pembaca dan ulama kalian, sehingga manusia mengambil para pemimpin bodoh, yang hanya mengiyakan suatu perkara dengan akal.” (Jami’ Bayanil ‘Ilm wa Fadhlih, 2/136)
Abu Bakr bin Abi Dawud berkata: “Tinggalkan oleh kalian pendapat-pendapat dan ucapan-ucapan orang, sungguh ucapan Rasulullah n lebih suci dan lebih jelas.” (Jami’ Bayanil ‘Ilm wa Fadhlih, 2/135)
Ibnul Mubarak ditanya: “Kapan seseorang boleh berfatwa?” Beliau menjawab: “Ketika dia berilmu tentang atsar dan berakal dengan baik.” (Jami’ Bayanil ‘Ilm wa Fadhlih, 2/47)
Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Semua perkara yang telah Allah tegakkan sebagai Hujjah di dalam Al-Kitab (Al-Quran) atau yang melalui lisan Nabi-Nya merupakan suatu nash yang jelas tidak boleh bagi orang yang telah berilmu untuk menyelisihinya.” (Ar-Risalah hal. 560)
Muhammad bin Salamah berkata: “Tidak boleh bagi seseorang yang tidak berilmu tentang Al-Quran, As-Sunnah, dan apa yang telah dilakukan oleh generasi yang dahulu dari ulil amr (Ulama Salaf) untuk berijtihad dengan akalnya, sehingga mengakibatkan ijtihadnya menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah serta apa yang telah di sepakati.” (Jami’ Bayanil Ilm wa Fadhlih, 2/73)
Al-Imam Al-Barbahari berkata: “Ketahuilah semoga Allah merahmatimu! Sungguh siapa yang berkata dalam agama Allah dengan akal, qiyas dan takwil tanpa menyertakan hujjah dari As Sunnah dan Al-Jamaah (bimbingan shahabat) maka sungguh dia telah berkata atas nama Allah tanpa ilmu dan barangsiapa yang berkata atas nama Allah tanpa ilmu, maka sungguh dia termasuk orang yang membebani diri.” (Syarhus Sunnah, hal. 105)
Tegar di atas ilmu yang benar serta membangun kewaspadaan dalam beramal adalah pondasi persatuan yang kokoh.
Allah k berfirman:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 63)
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat di atas: “Akan ditimpakan dalam hati mereka kekufuran, kemunafikan, atau kebid’ahan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/373)
Asy-Syaikh As-Sa’di t berkata: “(Maknanya adalah) kesyirikan dan kejelekan.” (Taisirul Karimir Rahman hal. 525)
Kebodohan terhadap dasar-dasar ilmu (ushulul ‘ilm) merupakan bencana yang akan mencabik-cabik persatuan yang hakiki dan ahlul bid’ah merupakan benalu yang meracuni persatuan.
Ibnu Baththah berkata: “Semoga Allah menyelamatkan kami dan kalian semuanya dari pemikiran-pemikiran yang muncul dari hawa nafsu yang selalu mengekor dan madzhab-mazdhab yang bid’ah. Sungguh pelakunya telah keluar dari persatuan menuju percerai-beraian, dari suatu kestabilan menuju perpecahan, dari kedamaian menuju ketakutan, dari kesepakatan menuju perselisihan, dari cinta menjadi kebencian, dari keikhlasan nasehat dan loyalitas menjadi kecurangan dan permusuhan. Dan semoga kami dan kita semua dilindungi dari berloyalitas terhadap segala bentuk nama/gerakan yang menyelisihi Islam dan As Sunnah.” (Sallus Suyuf hal. 25 karya Tsaqil bin Shalfiq)
3.Mengikuti suatu yang mutasyabih (samar)
Allah k berfirman:
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya.” (Ali ‘Imran: 7)
Asy-Syaikh As-Sa’di berkata: “Adapun orang-orang yang di hatinya ada penyakit, penyimpangan, penyelewengan yang dikarenakan jeleknya tujuan, maka mereka mengikuti suatu yang mutasyabih darinya (Al Qur`an) kemudian menjadikannya dalil atas ucapan mereka yang batil dan pemikirannya yang hina, dalam rangka mencari fitnah dan menyelewengkan pemahaman terhadap Kitab-Nya, serta mentakwilkannya sesuai dengan aliran dan madzhab mereka yang batil sehingga mereka sesat dan menyesatkan. Adapun para ulama yang kokoh (ilmunya) terhadap Al Qur`an, yang ilmu dan keyakinan menancap di dada mereka sehingga melahirkan baginya suatu amalan dan berbagai pengetahuan. Mereka mengetahui bahwa Al Qur`an semuanya datang dari Allah, semuanya haq, baik yang muhkam atau yang mutasyabih. Dan suatu yang haq tidak akan bertentangan. Ketika mereka mengetahui dan memahami makna al-muhkam dengan sebenar-benarnya sehingga mereka mampu mengembalikan suatu yang samar kepadanya (al-muhkam), yang sebelumnya merupakan suatu yang rumit dikarenakan kurangnya ilmu dan kurangnya pengetahuan. Saat mereka mengembalikan suatu yang mutasyabih kepada al-muhkam, maka semuanya menjadi al-muhkam.” (Taisirul Karimir Rahman, hal. 101-102)
Kaum pengekor hawa nafsu selalu mencari sesuatu yang samar atau belum jelas, sebagai pijakan untuk memperkuat kebatilan. Sehingga persatuan yang mereka bangun bagai merajut benang dalam kegelapan. Terperosoknya orang-orang Khawarij disebabkan mereka mengambil suatu keyakinan dari sesuatu yang belum jelas bagi mereka.
Al-Imam Asy-Syathibi t berkata: “Yang menjelaskan perkara ini adalah, apa yang telah diriwayatkan Ibnu Wahb dari Bukair, sesungguhnya dia telah bertanya kepada Nafi’ bagaimana pendapat Ibnu ‘Umar tentang Haruriyah (Khawarij)? Beliau berkata: Ia memandang mereka sebagai orang yang terjelek di antara makhluk Allah. Mereka mengambil ayat-ayat yang diturunkan kepada orang-orang kafir dan diarahkan kepada orang-orang yang beriman. Sa’id bin Jubair menerangkan perkara ini dengan berkata: Haruriyah mengikuti sesuatu yang mutasyabih dari firman Allah: “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang telah diturunkan Allah maka mereka adalah orang-orang kafir” dan digandengkan dengan: “Kemudian orang-orang yang kufur menyeleweng dari Rabb mereka.” Apabila mereka melihat pemimpin yang tidak berhukum dengan al-haq, mereka berkata: ‘Telah kufur, telah kufur, menyeleweng dari Rabbnya, dan barang siapa yang menyeleweng dari Rabbnya sungguh dia telah musyrik, maka mereka orang-orang musyrik telah keluar dari umat (Islam).’ Mereka perangi siapa saja yang menyelisihinya, dengan mentakwilkan ayat ini.” (Al-I’tisham hal. 707)
4. Ta’ashshub dan Hizbiyyah
Sebuah loyalitas mutlak hanya untuk al-haq. Allah k berfirman yang artinya:
“Katakanlah, inilah jalan agamaku. Aku dan orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan bashirah (ilmu) maha suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf: 108)
Ahlus Sunnah akan selalu berupaya komitmen terhadap al-haq yang telah diserukan Rasulullah n dan diamalkan para shahabatnya. Adapun seruan hizbiyah yang menggaung di tengah-tengah umat saat ini dengan mengajak kepada golongan, kelompok, partai, dan menjauh dari bimbingan serta manhaj salaf, maka hakekatnya mereka adalah penyeru kepada perpepecahan dan perselisihan. Kita bisa melihat bagaimana NII, Ikhwanul Muslimin, Jama’atut-Tabligh, Jama’atut-Takfir wal Hijrah, Islam Jama’ah (LDII), JIL, Al-Qaeda dll, membingungkan umat dengan berbagai konsep yang notabene adalah suatu kaum yang mengajak bernafas dalam lumpur.
Allah k berfirman yang artinya:
“Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka, dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang di golongan mereka.” (Ar-Rum: 32)
Asy-Syaikh As-Sa’di berkata dalam menafsirkan ayat di atas: “Setiap golongan akan berkelompok dan ber-ta’ashshub, untuk membela apa yang dimiliki dari kebatilan, menggilas dan memerangi yang lain.” (Taisirul Karimir Rahman hal. 590)
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam berkata: “Seruan fanatisme terhadap tokoh tertentu, merupakan perkara yang tertolak menurut syariat Allah, walaupun diiringi dengan kalimat-kalimat yang mempersatukan berbagai firqah tanpa melihat akidah dan manhaj, bahkan tanpa mempedulikan bimbingan para ulama salaf. Ini merupakan seruan hizbiyah yang jauh dari makna persatuan yang sebenarnya.
Sebagaimana terjadi pada Ikhwanul Muslimin, Asy-Syaikh Tsaqil bin Shalfiq berkata: “Sungguh keberadaannya membawa perpecahan di antara kaum muslimin, hizbiyah, permusuhan, pertentangan, fanatisme golongan, serta mengikat tali loyalitas dengan fanatik pada golongan (tak peduli) siapapun mereka baik seorang Asy’ari, Rafidhah, Sufi, pengkultus kuburan, dan melepaskan ikatan tali loyalitas terhadap mereka yang tidak bergabung dengan partainya walupun mereka adalah ulama Sunni.” (Sallus Suyuf wal Asinnah ‘ala Ahlil Hawa wa Ad’iyatus Sunnah hal. 120)
Beliau juga berkata: “Muncul di zaman ini jamaah-jamaah dan berbagai golongan yang menisbatkan dirinya kepada As Sunnah dan dakwah di jalan Allah seperti Ikhwanul Muslimin dan berbagai sempalannya seperti Jamaah Takfir wal Hijrah, atau para pengikut Sayyid Quthub yang dipelopori dalam mengibarkan panjinya oleh Muhammad Surur Zainal Abidin yang meninggalkan negeri Islam dan “hijrah” ke negeri kafir, negara gereja dan salibis serta merasa tenang menetap di sana (Birmingham, Inggris). Kemudian dia meniupkan berbagai konsep yang busuk dan memecah kekuatan kaum muslimin, menikam para ulama, mengacau para hukkam (penguasa) dengan serial majalahnya yang bernama As-Sunnah (menurut versi mereka) yang diikuti dengan mencetak berbagai tulisan yang merendahkan karya para ulama salaf, yang kemudian jejak dan langkah ini diikuti oleh segolongan orang yang menyangka bahwa mereka adalah penuntut hak-hak yang syar’i bagi kaum muslimin dan pembela dari berbagai kedzaliman. Yang seakan-akan negara ini (Arab Saudi) tidak memiliki mahkamah-mahkamah syar’iyyah dan ulama-ulama yang adil dan jujur!” (Sallus Suyuf wal Asinnah, hal. 114)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi berkata: “Sebagian umat tidak memperdulikan akidah dan manhaj Rasulullah n. Bahkan mereka menempuh prinsip dan akidah lain yang hakikatnya adalah produk setan bagi orang yang Allah hinakan dari seorang mubtadi’ dan penyesat.” (Al-Hatstsu ‘alal Wudd Wal I`tilaf wat Tahdzir Minal Furqah wal Ikhtilaf hal. 18)

Macam-macam Khilaf
Memahami macam-macam perselisihan merupakan lentera yang penting bagi seorang Ahlus Sunnah, sehingga mereka tidak terjatuh dalam sikap yang salah, baik dalam meletakkan loyalitas dan permusuhan, cinta karena Allah dan benci karena Allah.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam berkata: “Macam-macam khilaf yang masyhur ada tiga:
1. Ikhtilaf Tadhadh yaitu khilaf yang menabrak/melawan nash-nash. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada firqah-firqah yang keluar dari Ahlus Sunnah.
2. Ikhtilaf Tanawwu’: Ini merupakan bagian dari syariat.
3. Ikhtilaf Afham (beda pemahaman): Hal ini diperbolehkan selama mengikuti ketentuan/batasan syariat, di antaranya:
1. Orang yang menyelisihi berada di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah, baik dalam ilmu, ta’lim, dan amalan.
2. Tidak memperbanyak perbedaan dari sesuatu yang telah diamalkan Ahlus Sunnah.
3. Kembali (ruju’) kepada al-haq ketika telah jelas kesalahan-kesalahannya.
4. Termasuk golongan yang sudah memiliki keahlian dalam berijtihad.
Hendaknya ketentuan-ketentuan ini (berjalan) di bawah pengamatan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Al-Qaulul Hasan fi Ma’rifatil Fitan hal. 79)
Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdillah mencontohkan ikhtilaf tanawwu’, di antaranya adalah macam-macam qira`at (bacan-bacaan Al Qur`an), sebagaimana yang telah terjadi terhadap para shahabat, sehingga Rasulullah menegur mereka: “Kalian berdua adalah benar!” Juga perbedaan dalam sifat adzan, sifat iqamah, doa istiftah, dll. (Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, 2/776)
Jenis khilaf yang kedua dan ketiga seharusnya dihadapi dengan dada yang lapang, saling mengasihi dan memberikan nasehat karena Allah. Adapun yang tercela adalah saat kita berbuat dzalim kepada setiap orang yang berselisih (dalam kriteria 2-3) dengan kita, karena hal ini akan meniup api dalam sekam. (Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, 2/779)
Apabila al-haq nampak dan jelas, tidak boleh bagi seorang muslim untuk berselisih. Ibnu ‘Abbas c meriwayatkan: Rasulullah n berkata saat beliau dalam keadaan sakit yang menjadikan beliau wafat: “Berikan kepadaku satu kitab, aku tuliskan untuk kalian suatu kitab niscaya kalian tidak akan berselisih!” Maka terjadi perselisihan di kalangan para shahabat, sehingga beliau berkata: “Pergilah kalian dariku, sungguh tidak pantas berselisih di sisi Nabi.” (HR. Al-Bukhari, 1/181, Muslim, 11/256)
Akibat dari perpecahan adalah:
1. Mengagungkan hawa nafsu.
2. Mewariskan permusuhan, perselisihan, pertentangan dan kebencian.
3. Menjauhkan mereka dari pondasi yang telah dibawa oleh Rasulullah n.
4. Membangun akidah, agama secara keseluruhan dengan akal.
5. Merendahkan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Lihat Sallus Suyuf wal Asinnah hal. 119)
Wallahu a’lam bish-shawab. Semoga Allah selalu mencurahkan rahmat-Nya kepada kita dan menyatukan kita dalam suatu keutuhan di atas Al Qur`an dan As Sunnah dengan pemahaman para shahabat, dan semoga Allah satukan kita di jannah-Nya. Amin.